Latar belakang: Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang terpenting. Berdasarkan data WHO (World Health Organization) tifoid terjadi hampir di seluruh dunia. Angka kejadian demam tifoid di Indonesia paling tinggi pada usia 6 sampai 10 tahun sebesar 91%; Clinical pathway (CP) dibuat untuk mengurangi variasi antibiotik di rumah sakit terutama pada pasien rawat inap.Tujuan: Mengetahui pengaruh implementasi clinical pathway terhadap peresepan antibiotik untuk pasien Tifoid anak di ruang rawat inap Rumah Sakit Swasta X di BogorMetode: Penelitian ini bersifat observasional comparative study membandingkan peresepan antibiotik sebelum penerapan CP dan setelah penerapan CP. Kami menilai profil antibiotik, lama rawat dan kesesuaian pilihan antibiotik dengan pedoman yang digunakan kemudian membandingkan sebelum dan setelah penerapan clinical pathway. Uji Chi square digunakan untuk membandingkan rasionalitas penggunaan antibiotik, lama rawat dan kesesuaian pilihan antibiotik dengan pedoman.Hasil: Diperoleh sampel sebanyak 81 orang sebelum penerapan CP dan 78 orang setelah penerapan CP. Sebelum penerapan CP penggunaan antibiotik rasional sebanyak 48.88% dan setelah penerapan CP meningkat menjadi 67.05%. (p = 0,016). Berdasarkan hasil uji statistik menujukkan pasien yang memiliki lama rawat ≤ 5 hari sebelum penerapan clinical pathway sebanyak 52 pasien (64.19%) dan sebelum penerapan clinical pathway sebanyak 68 pasien (87.17%) (p = 0,001). Sebanyak 68,89% pemilihan antibiotik sebelum penerapan clinical pathway telah sesuai dengan pedoman tata laksana dan setelah penerapan clinical pathway meningkat menjadi 88.64%. (p = 0,001)Kesimpulan: Implementasi clinical pathway di Rumah Sakit X di kota Bogor telah meningkatkan rasionalitas penggunaan antibiotik
Copyrights © 2022