ABSTRAK Penulisan ini membahas permasalahan syarat kepailitan dan pembuktian sederhana dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang yang tidak mengatur masalah insolvency (keadaan tidak mampu membayar). Sebagai konsekuensi terpenuhinya syarat kepailitan tersebut maka perkara kepailitan ini dapat dibuktikan secara sederhana. Studi kasus yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah kasus kepailitan PT. Indotirta Jaya Abadi terhadap Setefan Djimin dalam putusan pengadilan niaga nomor 19/Pdt.Sus Pailit/2017/PN Niaga Semarang. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian yuridis sosiologis dengan studi kepustakaan dalam hal ini analisis kasus yang sudah dalam bentuk putusan pengadilan dan juga wawancara dengan narasumber yang kompeten dalam bidang kepailitan. Dalam hal ini dijatuhkanya putusan kepailitan akan menimbulkan akibat terhadap pengurusan harta kekayaan perusahaan debitur pada umumnya dan juga dapat menimbulkan akibat kepailitan bagi direksi, komisaris, pemegang saham perusahaan secara pribadi. Perlunya Undang-undang kepailitan mengatur mengenai bubarnya perseroan terbatas adalah antara lain karena tidak cukupnya harta perseroan untuk melunasi utang-utang perseroan terbatas yang pailit serta karena perseroan terbatas memasuki fase insolvensi dalam proses kepailitan. Dengan kata lain, kepailitan bisa digunakan untuk membangkrutkan perseroan dan bukan sebaliknya sebagai alternatif solusi penyelesaian kebangkrutan perseroan. Inilah kesalahan terbesar dari filosofi kepailitan yang ditanamkan dalam Undang-undang kepailitan di Indonesia. Kata kunci : Insolvensi, Kepailitan, Pembuktian sederhana, Perlindungan debitur, Syarat kepailitan
Copyrights © 2023