Perdagangan orang merupakan bentuk perlakuan terburuk dari pelanggaran harkat dan martabat manusia. Undang-Undang Perdagangan orang memberikan perhatian terhadap penderitaan korban sebagai akibat tindak pidana perdagangan orang dalam bentuk hak restitusi guna memberikan ganti kerugian yang harus diberikan oleh pelaku. Restitusi dihitung oleh LPSK sebagai lembaga mandiri yang obyektif menilai kerugian materil terhadap korban dan nilai restitusi. Rumusan masalahnya meliputi pengaturan terkait restitusi korban tindak pidana perdagangan orang, dan pengaturan yang ideal guna optimalisasi pembayaran restitusi yang dapat dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum selaku eksekutor dalam perkara tindak pidana perdagangan orang. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, dengan menggunakan pendekatan undang-undang, pendekatan kasus, dan pendekatan konseptual. Hasil penelitian menunjukkan pengaturan terkait restitusi tindak pidana perdagangan orang telah mengatur mengenai mekanisme pembayaran restitusi dan juga aturan teknis pembayaran terkait restitusi itu sendiri. Namun terkendala terhadap pelaksanaan eksekusinya karena terpidana lebih memilih untuk menjalankan pidana pengganti berupa kurungan dan jaksa penuntut umum belum pernah mendapat perintah dari pengadilan untuk melakukan upaya paksa berupa penyitaan setelah putusan berkekuatan hukum tetap. Pengaturan yang ideal untuk jaksa penuntut umum guna optimalisasi pembayaran restitusi yaitu dengan mengoptimalkan mekanisme konsinyasi restitusi yang tidak terbatas terhadap uang tunai melainkan juga dilakukan terhadap harta kekayaan terpidana untuk mengantisipasi kesulitan mekanisme penyitaan setelah putusan pengadilan.
Copyrights © 2022