Terorisme merupakan kejahatan terorganisir yang memiliki jaringan nasional dan internasional dan sangat meresahkan masyarakat. Salah satu upaya pencegahan tindak pidana terorisme adalah dengan melakukan deradikalisasi narapidana, mantan narapidana dan keluarganya dengan tujuan mengubah paham radikalnya menjadi paham nasional. Dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2017 tentang Susunan Organisasi Dan Tata Kerja Unit Organisasi di Mabes Polri yaitu Densus 88 Antiteror Polri yang memiliki subdirektorat identifikasi dan sosialisasi (ditidensos) yang bertugas melakukan deradikalisasi narapidana, mantan narapidana dan keluarganya.Penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif yang diperkuat dengan serangkaian wawancara terstruktur dengan pertanyaan dan sumber yang telah ditentukan sesuai dengan aspek dan masalah yang diteliti. Pengumpulan data dilakukan dengan metode studi pustaka dan wawancara dengan narasumber dari Mabes Polri.Kesimpulan yang diperoleh dari: (a) Hasil Deradikalisasi Narapidana Terorisme dan Mantan Narapidana Terorisme yang dilakukan oleh Detasemen 88 Antiteror Polri di Daerah Istimewa Yogyakarta adalah terciptanya hubungan baik dan keterbukaan antara narapidana, mantan narapidana dan keluarganya dengan Tim Identitas Sosial. (b) Kendala dalam deradikalisasi Narapidana Terorisme dan Mantan Narapidana Terorisme yang dilakukan oleh Detasemen Antiteror Polri di Daerah Istimewa Yogyakarta adalah belum adanya peraturan atau undang-undang yang tegas dalam mengatur narapidana, keluarga berkewajiban untuk berpartisipasi dalam proses deradikalisasi. Selain itu, minimnya kerjasama antar masyarakat di beberapa tempat tinggal para napi membuat proses deradikalisasi sedikit terganggu, hambatan dalam proses pencegahan tindak pidana terorisme juga akan datang dari kemajuan teknologi, karena teknologi saat ini sangat memudahkan penyebaran radikalisme.
Copyrights © 2020