Suksesi kepemimpinan dalam Islam merupakan proses yang terus mengalami perubahan pasca meninggalnya Rasulullah Saw., sebagai pimpinan tertinggi umat Islam. Pada masa khulfaurrasyidun, pengngkatan khalifah dilakukan dengan mekanisme musyawarah. Hal ini menjadi awal lahirnya kontrak sosial berdasarkan Al-Qur’an dan al-Sunnah antara pemimpin dan masyarakat Islam. Pada waktu itu juga telah berkembang sistem pemilihan berdasarkan tokoh-tokoh pusat dan utusan dari beberapa daerah kekuasaan Islam, untuk melakukan musyawarah. Berakhirnya periode khulafaurrasyidun menjadi akhir proses pemilihan pemimpin yang dilakukan melalui mekanisme musyawarah. Pengangkatan Mu’awiyah bin Abu Sufyan menjadi khalifah menjadi pertanda runtuhnya sistem kekhilafahan yang digariskan Al-Qur’an serta dasar-dasar penerapan yang dibangun oleh Rasulullah Saw., serta dilaksanakan pada masa Khulafaur Rasyidun. Pada masa dinasti Mu’awiyah ini, pemilihan pemimpin dilakukan dengan cara diwariskan secara turun-temurun (monarchiheridetis). ketika pengangkatan Mu’awiyah sebagai khalifah. Mu’awiyah memiliki ambisi yang kuat untuk menjadi seorang khalifah sehingga dia bisa saja menggunakan cara apapun untuk memperoleh kekuasaan khalifah. Peperangan tidak bisa terhindarkan lagiketika ambisinya sebgai khalifah tidak bisa terbendung. Selain itu ketika Mu’awiyah berhasil menjabat sebagai khalifah, tidak ada lagi proses musyawarah seperti yang dipraktekkan pada zaman Rasulullah Saw., dan Khulafaur rasyidun. Mu’awiyah menunjuk anaknya menjadi pemimpin secara langsung tanpa melalui proses musyawarah.
Copyrights © 2021