Muh. Rizal Hamdi
Sekolah Tinggi Ilmu Syari'ah Darussalam Bermi Lombok Barat

Published : 15 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 15 Documents
Search

Transformasi Sistem Pemilihan Khali Muh. Rizal Hamdi
JURNAL DARUSSALAM: Pemikiran Hukum Tata Negara dan Perbandingan Mazhab Vol. 1 No. 1 (2021): Jurnal Darussalam: Pemikiran Hukum Tata Negara dan Perbandingan Mazhab
Publisher : STIS Darussalam Bermi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (516.042 KB)

Abstract

Suksesi kepemimpinan dalam Islam merupakan proses yang terus mengalami perubahan pasca meninggalnya Rasulullah Saw., sebagai pimpinan tertinggi umat Islam. Pada masa khulfaurrasyidun, pengngkatan khalifah dilakukan dengan mekanisme musyawarah. Hal ini menjadi awal lahirnya kontrak sosial berdasarkan Al-Qur’an dan al-Sunnah antara pemimpin dan masyarakat Islam. Pada waktu itu juga telah berkembang sistem pemilihan berdasarkan tokoh-tokoh pusat dan utusan dari beberapa daerah kekuasaan Islam, untuk melakukan musyawarah. Berakhirnya periode khulafaurrasyidun menjadi akhir proses pemilihan pemimpin yang dilakukan melalui mekanisme musyawarah. Pengangkatan Mu’awiyah bin Abu Sufyan menjadi khalifah menjadi pertanda runtuhnya sistem kekhilafahan yang digariskan Al-Qur’an serta dasar-dasar penerapan yang dibangun oleh Rasulullah Saw., serta dilaksanakan pada masa Khulafaur Rasyidun. Pada masa dinasti Mu’awiyah ini, pemilihan pemimpin dilakukan dengan cara diwariskan secara turun-temurun (monarchiheridetis). ketika pengangkatan Mu’awiyah sebagai khalifah. Mu’awiyah memiliki ambisi yang kuat untuk menjadi seorang khalifah sehingga dia bisa saja menggunakan cara apapun untuk memperoleh kekuasaan khalifah. Peperangan tidak bisa terhindarkan lagiketika ambisinya sebgai khalifah tidak bisa terbendung. Selain itu ketika Mu’awiyah berhasil menjabat sebagai khalifah, tidak ada lagi proses musyawarah seperti yang dipraktekkan pada zaman Rasulullah Saw., dan Khulafaur rasyidun. Mu’awiyah menunjuk anaknya menjadi pemimpin secara langsung tanpa melalui proses musyawarah.
TINJAUAN HUKUM TERHADAP STATUS DAN PENANGANAN AHLI WARIS PENGGANTI DI PENGADILAN AGAMA Idul Adnan; Muh. Rizal Hamdi; Muzawir Muzawir; Alia Fitriana
AL-BALAD : Jurnal Hukum Tata Negara dan Politik Islam Vol. 3 No. 2 (2023): Al-Balad : Jurnal Hukum Tata Negara dan Politik Islam
Publisher : PRODI HUKUM TATANEGARA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59259/ab.v3i2.72

Abstract

Hukum kewarisaan Islam di Indonesia baru mengenal adanya ahli waris pengganti setelah dikeluarkannya Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 1991 mengenai Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam, yang selanjutnya disebut KHI. Berdasarkan Pasal 4 Ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945, yaitu kekuasaan presiden untuk memegang kekuasaan pemerintah negara baik yang disebut Keputusan Presiden (Keppres) ataupun Inpres kedudukan hukumnya. Berbagai kemungkinan timbulnya sengketa disebabkan harta telah diantisipasi dengan adanya aturanaturan di bidang harta. silang sengketa tidak dapat dihindarkan bilamana pihak-pihak terkait tidak konsisten dengan rambu-rambu yang telah ditetapkan. Namun, bilamana di satu kali silang sengkata tidak dapat dihindarkan, agar tidak berakibat putus atau retaknya hubungan persaudaraaan, islam mengajarkan supaya pihak-pihak yang sengketa mampu mengendalikan emosi sehingga bersedia berdamai. Perkara penanganan ahli waris pengganti dalam kedudukan peradilan agama jelas diungkapkan dalam konsideran Undang-undang tersebut seperti yang dirumuskan dalam huruf c, yang dikemukakan bahwa salah satu upaya untuk menegakkan keadilan, kebenaran, ketertiban, dan kepastian hukum tersebut adalah melalui Peradilan Agama. Selain itu, Keberadaan Kompilasi Hukum Islam yang telah dijadikan bagian hukum materil yang berlaku di Peradilan Agama menjadi acuan dalam memutuskan perkara-perkara mengenai ahli waris pengganti. Kejelasan status dan penanganan pengajuan ahli waris pengganti di Pengadilan Agama akan menajadikan dasar pedoman dalam keputusan hakim perolehan harta yang diberikan oleh ahli waris pengganti sebagai hak atas pembagian harta yang diberikan.
IMPLIKASI PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT TENTANG PEDEWASAAN USIA PERNIKAHAN TERHADAP PRAKTIK PERNIKAHAN DINI DI DESA KURIPAN, KECAMATAN KURIPAN TIMUR, KABUPATEN LOMBOK BARAT Muslim, Muslim; Muzawir, Muzawir; Hamdi, Muh. Rizal
AL-BALAD : Jurnal Hukum Tata Negara dan Politik Islam Vol. 3 No. 1 (2023): Al-Balad : Jurnal Hukum Tata Negara dan Politik Islam
Publisher : PRODI HUKUM TATANEGARA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59259/ab.v3i1.76

Abstract

Pernikahan adalah salah satu bagian dari perintah agama yang telah ditetapkan berdasarkan syari’at Islam. Pernikahan juga merupakan sarana penyaluran hasrat seksual yang dihalalkan oleh agama. Pada perpektif ini, ketika sesorang dengan pasangan lawan jenisnya melakukan pernikahan maka ia bukan hanya melaksanakan perintah agama (syari’at), tetapi juga memiliki tujuan untuk memenuhi kebutuhan biologisnya yang secara kodrat memang harus disalurkan.Perkawinan pada umumnya dilakukan oleh orang dewasa dengan tidak memandang pada profesi, agama, suku bangsa, miskin atau kaya, tinggal di desa atau di kota. Pada tahun 2018, 1 dari 9 anak perempuan menikah di indonesia. Perempuan umur 20-24 tahun yang menikah sebelum berusia 18 tahun di tahun 2018 diperkirakan mencapai sekitar 1.220.900 dan angka ini menempatkan Indonesia pada 10 negara dengan angka absolut perkawinan anak tertinggi di dunia. Pernikahan anak merupakan masalah sosial dan ekonomi yang diperumit dengan tradisi dan budaya dalam kelompok masyarakat. Faktor budaya dan pandangan keagamaan banyak mempengaruhi pola pikir masyarakat yang menyatakan bahwa anak perempuan boleh dinikahkan asalkan sudah baligh, jika terlambat menikahkan anak perempuan dianggap tidak laku, dan tugas anak perempuan itu hanya urusan domestik sehingga tidak perlu pendidikan tinggi.
PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DALAM PENETAPAN PERATURAN DI DESA TEMPOS KECAMATAN GERUNG KABUPATEN LOMBOK BARAT Hamdi, Muh. Rizal; Fitriani, Fitriani
AL-BALAD : Jurnal Hukum Tata Negara dan Politik Islam Vol. 3 No. 2 (2023): Al-Balad : Jurnal Hukum Tata Negara dan Politik Islam
Publisher : PRODI HUKUM TATANEGARA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59259/ab.v3i2.82

Abstract

Menurut Peraturan Daerah Pasal 1 ayat 11 No. 12 tahun 2018 tentang badan permusyawaratan desa, badan permusyawaratan desa (BPD) adalah lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara demokrasi. Fokus yang dikaji dalam skripsi ini adalah (1) Bagaimana peran badan permusyawaratan desa dalam Penetapan peraturan desa di Desa Tempos Kabupaten Lombok Barat? (2) Bagaimana analisis siyasah dusturiyah terhadap pelaksanaan peran badan permusyawaratan desa dalam penetapan peraturan di Desa Tempos Kabupaten Lombok Barat? Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif dan menggunakan dua jenis data yaitu primer dan sekunder. Data primer di peroleh dari hasil wawancara langsung dari pihak-pihak yang berkaitan yaitu anggota badan permusyawaratan desa, pemerintah desa, dan masyarakat. Data sekunder merupakan data pokok baik berupa buku, maupun website. Teknik pengumpulan data dari penelitian ini berupa observasi, dan wawancara langsung dari pihak yang terkait dan dokumentasi. Lokasi penelitian adalah Desa Tempos Kecamatan Gerung Kabupaten Lombok Barat. Hasil penelitian dapat dikemukakan peran badan permusyawaratan desa (BPD) yaitu membahas dan menyepakati rancangan peraturan desa, menampung aspirasi masyarakat, serta melakukan pengawasan kinerja Kepala Desa. Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa peran BDP ialah melakukan pengawasan kinerja kepala desa yang sudah maksimal dalam pelaksanaannya, berbeda dalam pembentukan dan penetapan peraturan desa tidak terlaksanakan, fungsi dalam menampung aspirasi masyarakat kurang maksimal, dikarenakan kurangnya pemahaman anggota BPD terhadap tugas dan fungsinya berdasarkan peraturan yang berlaku. Kata Kunci : Badan Permusyawaratan Desa, Peraturan Desa, Siyasa Dusturiyah
DINAMIKA POLITIK IDENTITAS DAN DINASTI DI INDONESIA: Menuju Politik yang Ideal Melalui Eksplorasi Teori Maslahah Sugitanata, Arif; Hamdi, Muh. Rizal; Nuriskandar, Lalu Hendri; Jayadi, Nurman
AL-BALAD : Jurnal Hukum Tata Negara dan Politik Islam Vol. 2 No. 1 (2022): Al-Balad : Jurnal Hukum Tata Negara dan Politik Islam
Publisher : PRODI HUKUM TATANEGARA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59259/ab.v2i2.86

Abstract

This research aims to explore the dynamics of identity politics and dynasties in Indonesia and efforts to present ideal politics. This study uses a literature review, adopts a qualitative research approach, and applies descriptive analysis techniques based on Maslahah's theory. The results show that identity politics and dynasties play a significant role in the formation of power, often relying on ethnic, religious, or family identity to mobilise support, which can increase the representation of certain groups but also trigger polarisation and erode the principles of democracy and meritocracy. The interaction between identity politics and dynasties creates complexities in political dynamics that can hinder the achievement of an ideal politics based on democracy, justice and equality. On the other hand, efforts towards ideal politics in Indonesia must involve a strong commitment to the principles of democracy, justice and equality, strengthening the foundations of inclusive and participatory democracy, ensuring free and fair elections, and building political awareness and political education among the people. Eradicating corruption, collusion, and nepotism is also a top priority in creating clean politics and integrity. In addition, nurturing diversity and pluralism is an essential step in creating a more inclusive and democratic society. A Maslahah theory-based analysis also emphasises the achievement of the common good and the prevention of harm, which are essential in guiding Indonesia towards ideal politics. It includes empowering individuals and groups in society, promoting social justice, and maintaining social harmony. As such, this study makes an essential contribution to the understanding of identity and dynastic politics in Indonesia and the steps needed to achieve a more equitable and inclusive politics.
Dinamika Pemilihan Kepala Daerah di Indonesia Hamdi, Muh. Rizal; Adnan, Idul; Syarifuddin, Syarifuddin; Hamroni, Hamroni
AL-BALAD : Jurnal Hukum Tata Negara dan Politik Islam Vol. 2 No. 2 (2022): Al-Balad : Jurnal Hukum Tata Negara dan Politik Islam
Publisher : PRODI HUKUM TATANEGARA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59259/ab.v2i2.99

Abstract

Abstrak Peneletian ini bertujuan untuk menjelaskan tentang bagaimana awal sejarah Pemilihan Kepala daerah sejak awal terbentuknya negara Indonesia. Pasca diproklamasikannya kemerdekaan negara Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Pemerintah Indonesia mulai menata sistem penyelenggaraan pemerintah daerah. Pemerintah pusat menerbitkan UU No. 1 Tahun 1945 tentang Komite Nasional Daerah. Dalam undang-undang ini kepala daerah ditentukan oleh pusat dan sebagai wakil pemerintah yang ada di daerah kecuali untuk daerah seperti Surakarta dan Yogyakarta. UU. No. 1 Tahun 1945 ini dianggap belum memadai, maka pemerintah mengeluarkan UU No. 22 Tahun 1948 Tentang Pemerintah Daerah. Dalam undang-undang ini mengatur bahwa Kepala Daerah tingkat Provinsi dipilih oleh Presiden setelah DPRD Provinsi menagajukan minimal dua calon dan maksimal empat calon. Undang-Undang No. 1 Tahun 1957 diubah menjadi Penetapan Presiden No. 6 Tahun 1959, dan Penetapan Presiden No. 5 Tahun 1960. Dalam peraturan ini diatur mekanisme dan prosedur pengangkatan kepala daerah. Dimana Kepala Daerah tetap diangkat dan diberhentikan oleh presiden atau menteri dalam negeri. Pada tahun 2004 terbitlah UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah sebagai koreksi terhadap undang-undang sebelumnya. Kepala Daerah dipilih langsung oleh rakyat secara demokratis melalui Pemilihan Umum Kepala Daerah. Penelitian ini merupakan penelitian pustaka yang bersifat deskriptif analitis dengan pendekatan normative. Dalam penelitian ini disebutkan bahwa genealogi pemilihan kepala daerah di Indonesia dari awal kemerdekaan sampai dengan era reformasi terbagi menjadi dua tipologi yaitu: 1) pemilihan kepala daerah secara tidak langsung; dan 2) pemilihihan kepala daerah secara langsung. Pemilihan kepala daerah secara tidak langsung ditentukan oleh pemerintah pusat dan ada yang ditentukan melalui mekanisme penunjukan oleh DPRD kemudian disahkan oleh pemerintah pusat, sementara itu pemilihan kepala daerah secara langsung dilaksanakan melalui mekanisme pemilihan umum yang melibatkan semua masyarakat yang telah melmiliki hak pilih berdasarkan undang-undang untuk menentukan siapa yang akan menjadi kepala daerahnya mulai dari Bupati/Walikota dan Gubernur. Kata Kunci: Dinamika, Pemilihan, dan Kepala Daerah
Menakar Pilkada Tidak Langsung Perspektif Politik Profetik Hamdi, Muh. Rizal; Adnan, Idul; Syarifuddin, Syarifuddin; Hamroni, Hamroni
AL-BALAD : Jurnal Hukum Tata Negara dan Politik Islam Vol. 2 No. 2 (2022): Al-Balad : Jurnal Hukum Tata Negara dan Politik Islam
Publisher : PRODI HUKUM TATANEGARA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59259/ab.v2i2.101

Abstract

Abstrak Pasca bergulirnya reformasi pada tahun 1998 berdampak pada berubahnya sistem pemerintahan Republik Indonesia yang memberikan akses informasi yang terbuka bagi masyarakat untuk mengetahui keadaan politik yang sedang berkembang. Sistem politik Indonesia memiliki corak yang lebih terbuka. UU. No. 22 Tahun 2014. Pasca disahkannya UU No. 22 Tahun 2014 tersebut terjadi pro dan kontra di kalangan masyarakat, praktisi, dan akdemisi. Karena dalam pasal 3 ayat (1) dan (2) menegaskaskan bahwa Gubernur, Bupati dan Walikota dipilih oleh anggota DPRD secara demokratis berdasar asas bebas, terbuka, jujur, dan adil. Silang pendapat dan saling melontarkan argumen tidak bisa terhindarkan lagi. Sehingga penulis mencoba untuk menganalisis permasalahan pilkada tidak langsung dari sudut pandang politik profetik. Penelitian ini adalah kajian kepustakaan (library research) dengan melihat landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis UU No. 22 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota. Penelitian ini bersifat deskriptif analitik yaitu dengan cara menguraikan gambaran obyek yang diteliti berdasarkan fakta-fakta yang nampak sebagaimana adanya kemudian dianalisis untuk mengungkapkan makna-makna di balik fakta tersebut. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan normatif. Teknik pengumpulan data pada penelitian secara literer yaitu dengan menelaah undang-undang yang berkaitan dengan pemilihan Kepala Daerah dan buku-buku yang berkaitan dengan Politik Profetik. Dalam penelitian ini ditepaparkan bahwa Perubahan mekanisme pemilihan kepala daerah secara langsung menjadi tidak langsung oleh rakyat yang tercantum pada bunyi pasal 3 UU No. 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota merupakan bentuk respon terhadap persoalan-persoalan yang terjadi selama pilkada dilakukan secara langsung. Permasalahannya memang terletak ketika pemilihan langsung dirubah lagi menjadi pemilihan secara tidak langsung yang terkesan kembali lagi ke zaman orde lama dan orde baru. Sebagian kalangan berpendapat bahwa itu merupakan sebuah kemunduran demokrasi di Indonesia. Karena keterlibatan masyarakat untuk menentukan pemimpinya merupakan proses kemajuan demokrasi. Pilkada tidak langsung justru akan lebih mencerminkan politik profetik, dimana konflik-konflik antara pendukung tidak terjadi lagi, sehingga nilai-nilai kemanusiaan terpelihara. Masyarakat lebih harmonis dan tentram tanpa harus berkonflik dengan masyarakat lainnya. Biaya politik yang dikeluarkan oleh calon kepala daerah lebih sedikit, sehingga praktik money politics bisa dihidari dan diminimalisasikan. Karena KPK juga bisa ikut terlibat untuk mengawasi pelaksanaan pilkada melalui DPRD. Semua itu bertujuan untuk menghadirkan dimensi transendental dalam kehidupan masyarakat supaya saling menghargai antar sesama mahluk Tuhan. Kata Kunci: Dinamika, Pilkada, dan Politik Profetik
Politik Hukum Pembentukan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2016 Tentang Pengampunan Pajak (Tax amnesty) Rizal Hamdi, Muh.; Adnan, Idul; Syarifuddin, Syarifuddin; Hamroni, Hamroni
AL-BALAD : Jurnal Hukum Tata Negara dan Politik Islam Vol. 2 No. 2 (2022): Al-Balad : Jurnal Hukum Tata Negara dan Politik Islam
Publisher : PRODI HUKUM TATANEGARA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59259/ab.v2i2.107

Abstract

Abstrak Tax amnesty merupakan kebijakan pemerintah di bidang perpajakan yang memberikan penghapusan pajak yang seharusnya terutang dengan membayar tebusan dalam jumlah tertentu yang bertujuan untuk memberikan tambahan penerimaan pajak dan kesempatan bagi wajib pajak yang tidak patuh menjadi wajib pajak patuh. Lahirnya Undang-Undang tentang pengampunan pajak atau yang lebih dikenal dengan undang-undang tax amnesty yang direalisasikan dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 Tentang Pengampunan Pajak. Undang-undang ini menuai kontroversi sejak mulai proses perancangan sampai proses pengesahan menjadi Undang-Undang. Undang-undang ini dianggap sangak kental dengan muatan politik. Hal ini bisa dilihat dalam proses perancangan sampai proses pengesahan terjadi tarik menarik di parlemen terkait rencana pemerintah untuk memberlakukan pengampunan bagi para penggemplang pajak. Pemerintah ingin memberikan ampunan kepada orang-orang yang tidak patuh pajak serta memnyimpan dananya di luar negeri. Penelitian ini adalah kajian kepustakaan (library research) dengan melihat landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2016 Tentang Pengampunan Pajak. Penelitian ini bersifat deskriptif analitik yaitu dengan cara menguraikan gambaran obyek yang diteliti berdasarkan fakta-fakta yang nampak sebagaimana adanya kemudian dianalisis untuk mengungkapkan makna-makna di balik fakta tersebut. Dalam tulisan ini dijelaskan bahwa Undang-Undang No 11 tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak merupakan salah satu hasil politik hukum antara pemerintah dan DPR dalam memformulasikan peraturan perundang-undangan. Draf RUU ini sebelumnya tidak terdapat dalam Prolegnas. RUU ini merupakan inisiatif pemerintah untuk membuat kebijakan dalam rangka merespon persoalan yang sedang dihadapi negara Indonesia khususnya dalam bidang perpajakan. RUU menuai kontroversi dan melalui proses panjang dan alot sebelum disahkan menjadi undang-undang. Pembehasan yang panjang dan alot tersebut disebabkan bukan hanya materi muatan perundang-undangan, tetapi menyangkut persolan kepentingan-kepentingan politik, sosial ekonomi dan sebagainya. Semua itu harus dicari titik temu antara semua kepentingan-kepentingan tersebut. Kata Kunci : Politik Hukum, Undang-Undang, Tax Amnesty
POLITIK HUKUM PERUBAHAN MASA JABATAN KEPALA DESA DI INDONESIA Nurudin, Nurudin; Hamdi, Muh. Rizal
AL-BALAD : Jurnal Hukum Tata Negara dan Politik Islam Vol. 4 No. 1 (2024): Al-Balad : Jurnal Hukum Tata Negara dan Politik Islam
Publisher : PRODI HUKUM TATANEGARA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59259/ab.v4i1.164

Abstract

The aim of this research is to explain the political and legal aspects of changes in the terms of office of village heads in Indonesia and to analyze the maslahah perspective. This research is a descriptive-analytic literature study using a normative approach. The results of this research are that the current term of office and period of the village head is considered insufficient to develop the village due to the tension and polarization of society after the Village Head Election, the village head's term of office being too short will result in failure to achieve the vision and mission. However, this cannot be used as an absolute reason for extending the term of office of the village head, considering that it will be the entry point for changes to be made in aspects of the terms of the executive institutions of the president, governor, regent, mayor and legislative institutions, both the DPR and DPD at the center and also in the area. The extension of the term of office at the village government level has the potential to make the democratic climate of village government unhealthy and can even foster oligarchy in the village. Giving a village head a long term of office is not a guarantee that a development climate will be developed, the village head is actually required or given a challenge to work effectively and efficiently within the specified period in developing the design of his village. In the perspective of maslahah murlah, namely establishing laws in matters that are not mentioned at all in the Qur'an or al-Sunnah, with consideration for the benefit or interests of human life which is based on the principle of attracting benefits and avoiding damage. The extension of the village head's term of office is actually contrary to the concept of maslahah murlah.
PEMILIHAN PEMIMPIN DALAM ISLAM DAN KONSEP POLITIK PROFETIK Hamdi, Muh. Rizal
Al-Muqaronah: Jurnal Perbandingan Madzhab dan Hukum Vol. 2 No. 2 (2023): Al-Muqaronah : Jurnal Perbandingan Mazhab dan Hukum
Publisher : STIS Darussalam Bermi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59259/am.v2i2.15

Abstract

Persoalan pemimpin dalam kehidupan bermasyarakat merupakan hal yang sangat penting dan mendasar dalam kehidupan sosial masyarakat. Kepimpinan berkaitan dengan hubungan manusiawi (hablum minannas). Kepemimpinan merupakan gejala sosial, yang berlangsung sebagai interaksi antarmanusia di dalam kelompoknya, baik kelompok besar atau kelompok kecil. Pergolakan politik Islam dalam hal menentukan pemimpin terjadi ketika Rasulullah meninggal dunia pada tahun 632 M. Umat Islam dihadapkan pada kenyataan untuk menetukan pengganti Rasulullah sebagai pemimpin umat Islam. Dalam situasi seperti ini maka dipandang sangat perlu diselenggarakannya musyawarah untuk menentukan pemimpin umat. Kepemimpinan profetik merupakan kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain dalam mencapai tujuan, dengan pola yang dilaksanakan nabi (prophet). Kekuatan kepemimpinan profetik terletak pada kondisi spiritualitas pemimpin. Artinya, seorang pemimpin profetik adalah seorang yang telah selesai memimpin dirinya. Sehingga, upaya mempengaruhi orang lain, merupakan proses leading by example atau memimpin dengan keteladanan. Penelitian ini merupakan penelitian pustaka yang bersifat deskriptif analitis dengan pendekatan normative. Dalam penelitian ini disebutkan bahwa Dalam ajaran Islam, istilah kepemimpinan dikenal dengan kata imamah, sedangkan kata yang terkait dengan kepemimpinan dan berkonotasi pemimpin dalam Islam ada 7 (tujuh) macam, yaitu: khalifah, malik, wali, ‘amir, ra’in, sultan, rais, serta ulil ‘amri. Politik Propetik terdapat tiga nilai penting yang dijadikan sebagai pijakan atau pijakan yang sekaligus menjadi unsur-unsur yang akan membentuk karakter paradigmatiknya, yaitu; humanisasi, liberasi dan transendensi.