Perkembangan realitas perpolitikan dan demokrasi di Indonesia di era reformasi, dengan dipilihnya Pemilihan Presiden secara langsung telah mengakhiri Pemilihan Presiden melalui MPR, sekaligus memberikan kesempatan visi-misi Presiden saat kampanye sebagai acuan dalam menjalankan roda pemerintahan. Perubahan konstitusi ini juga memiliki semangat demokrasi konstitusional di Indonesia, setelah Amandemen UUD 1945 telah menempatkan prinsip supremasi konstitusi menggantikan supremasi parlemen, dan berdampak terhadap menyusutnya peran dan kewenangan MPR. Tetapi polemik yang hadir di tengah masyarakat, mengenai ketiadaan Haluan Negara bahwa rencana pembangunan negara yang dianggap tidak konsisten dan berkesinambungan sebab hanya berdasarkan visi-misi calon presiden saat kampanye. Sehingga memunculkan pula keinginan menghadirkan kembali GBHN karena menganggap bahwa dengan adanya GBHN maka pembangunan strategis negara tidak lagi ditentukan oleh selera dan kepentingan rezim itu sendiri. Konsekuensinya, eksistensi MPR juga diwacanakan diperkuat kembali. Artikel ini menganalisis kedua polemik antara Haluan Negara dan GBHN disertai analisis atas eksistensi MPR.
Copyrights © 2020