AbstrakKorupsi merupakan suatu budaya yang sulit diubah karena melekat pada diri manusia itu sendiri yang merupakan moralitas atau akhlak. Untuk mengubah dan memperbaiki semua itu diperlukan cara-cara untuk mencari dan mengatasi penyebab-penyebab terjadinya tindak pidana korupsi. Penyebab utama adanya korupsi berasal dari diri masing-masing individu dan untuk mengatasinya diperlukan penyusunan akhlak yang baik dalam diri manusia itu sendiri. Perbuatan tindak pidana korupsi merupakan pelanggaran terhadap hak sosial dan hak-hak ekonomi masyarakat, sehingga tindak pidana korupsi tidak dapat lagi digolongkan sebagai kejahatan biasa (ordinary crimes) melainkan telah menjadi kejahatan luar biasa (extra ordinary crimes). Sehingga dalam upaya pemberantasannya tidak lagi dapat dilakukan “secara biasa”, tetapi “dituntut cara-cara yang luar biasa” (extra ordinary enforcement). Bagaimanakah peran jaksa dalam upaya pengembalian kerugian negara terhadap tindak pidana korupsi dan Bagaimanakah hambatan jaksa dalam upaya pe-ngembalian kerugian negara terhadap tindak pidana korupsi. Penelitian ini menggunakan pendekatan yang bersifat yuridis normatif. Peran Jaksa dalam pengembalian kerugian keuangan Negara melalui jalur pidana pihak kejaksaan juga memiliki wewenang untuk memulihkan kerugian negara dengan perampasan aset hasil tindak pidana korupsi. Jika terdakwa tindak pidana korupsi tidak dapat membuktikan harta benda miliknya bukan diperoleh dari perbuatan tindak pidana korupsi maka hakim berwenang memutus untuk merampas harta benda tersebut untuk Negara. hal ini sebagaimana dikatakan dalam pasal 38B ayat (2) Undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi yang berbunyi: “Dalam hal terdakwa tidak dapat membuktikan bahwa harta benda sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diperoleh bukan karena tindak pidana korupsi, harta benda tersebut dianggap diperoleh juga dari tindak pidana korupsi dan hakim berwenang memutuskan seluruh atau sebagian harta benda tersebut dirampas untuk Negara.” Jaksa hendaknya lebih teliti dan cermat dalam melakukan proses penyitaan atau penyelidikan seperti yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Pengembalian kerugian keuangan negara dari hasil korupsi berupa uang pengganti kerugian keuangan negara perlu ditingkatkan jumlahnya. Selain itu, aset/harta kekayaan pelaku perlu dirampas, disita, dan dilelang sebagai pengganti kerugian keuangan negara. Untuk itu, UU Perampasan Aset perlu dibentuk sebagai dasar hukum perampasan aset dari hasil korupsi. Kata Kunci : Peran Jaksa, Pengembalian Kerugian, Tindak Pidana Korupsi AbstractCorruption is a culture that is difficult to change because it is inherent in humans themselves which are morality or character. To change and improve all that, it is necessary to find ways to find and overcome the causes of corruption. The main cause of corruption comes from each individual and to overcome it requires the preparation of good morals in humans themselves. Corruption is a violation of social rights and economic rights of the community, so that corruption can no longer be classified as an ordinary crime but has become an extraordinary crime. So that in an effort to eradicate it, it can no longer be carried out "in the usual way", but "extra ordinary enforcement is required". What is the role of the prosecutor in efforts to recover state losses against corruption and what are the obstacles for prosecutors in efforts to restore state losses against corruption. This research uses a normative juridical approach. The role of the Prosecutor in recovering state financial losses through criminal channels, the prosecutor's office also has the authority to recover state losses by confiscation of assets resulting from criminal acts of corruption. If the accused of a criminal act of corruption cannot prove that his property was not obtained from a criminal act of corruption, the judge has the authority to decide to confiscate the property for the State. This is as stated in Article 38B paragraph (2) of the Law on the eradication of criminal acts of corruption which reads: "In the event that the defendant cannot prove that the property as referred to in paragraph (1) was obtained not because of a criminal act of corruption, the property is deemed to have been obtained. also from criminal acts of corruption and the judge is authorized to decide that all or part of the property is confiscated for the State.” Prosecutors should be more thorough and careful in carrying out the process of confiscation or investigations such as those carried out by the Corruption Eradication Commission. The return of state financial losses resulting from corruption in the form of money to compensate for state financial losses needs to be increased. In addition, the assets/wealth of the perpetrators needs to be confiscated, confiscated, and auctioned off as a substitute for state financial losses. For this reason, the Asset Confiscation Law needs to be established as the legal basis for the seizure of assets resulting from corruption.
Copyrights © 2022