ABSTRAKTulisan ini bertujuan untuk mendiskusikan anomali atau ketidakjelasan kedudukan jabatan hakim di Indonesia dan pengaruhnya terhadap independensi peradilan, yang merupakan prasyarat dalam rangka bekerjanya negara hukum. Kekuasaan kehakiman harus memiliki kebebasan dari segala macam bentuk tekanan dan campur tangan kekuasaan eksekutif dan legislatif, mencakup pula wewenang hakim untuk menjatuhkan putusannya pada seorang penguasa apabila ia melanggar hak-hak rakyat. Agar putusan hakim tersebut mencerminkan rasa keadilan hukum terhadap siapapun, maka penegakan hukum harus didukung oleh struktur kelembagaan yang kuat. Dualisme status dan kedudukan hakim terjadi karena di satu sisi beberapa undang-undang telah menyebutkan hakim sebagai pejabat negara, namun di sisi lain dalam praktik dan peraturan pelaksanaan di bawah undang-undang, status dan kedudukan hakim masih seperti pegawai negeri. Hal tersebut dapat dilihat dari adanya pangkat, jabatan, dan golongan ruang yang identik dengan pegawai negeri sipil sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2002 tentang Kenaikan Jabatan dan Pangkat Hakim dan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2011 tentang Penilaian Prestasi Kerja Pegawai Negeri Sipil yang di dalamnya mengatur pula mengenai hakim. Dualisme tersebut berimplikasi setidaknya terhadap dua hal yaitu pertama, terkait dengan independensi hakim atau kekuasaan kehakiman yang merdeka. Kekuasaan kehakiman yang merdeka tidak hanya bisa diselesaikan melalui masalah kelembagaan, yaitu penyatuatapan pembinaan di bawah Mahkamah Agung, namun juga harus memperjelas status dan kedudukan hakim agar tidak lagi bernuansa sebagai PNS, karena secara tidak langsung akan mempengaruhi pola-pola kinerja birokratis sebagaimana aparatur pemerintah. Kedua, ketidakjelasan status dan kedudukan hakim berpengaruh pada jaminan kesejahteraan yang juga dapat berimplikasi pada independensi dan kinerja. Kata Kunci: Hakim, Independensi Peradilan, Pejabat Negara. ABSTRACTThis paper aims to discuss the anomalies or ambiguity in the position of judges in Indonesia and its impact on the independence of the judiciary, which is a prerequisite for the functioning of a rule of law. Judicial power must have freedom from all forms of pressure and interference from the executive and legislative powers, including the authority of judges to make judgment. In order for the judge's judgment to reflect a sense of legal justice for anyone, law enforcement must be supported by a strong institutional structure. The dualism of the status and position of judges occurs because on the one hand several laws stipulate judges as state officials, but on the other hand in practice and implementing regulations under the law, the status and position of judges are still like civil servants. This can be seen from the existence of identical position, and spatial class with civil servants as stipulated in Government Regulation Number 41 of 2002 concerning Promotions to Positions and Ranks of Judges and Government Regulation Number 46 of 2011 concerning Assessment of Work Performance of Civil Servants which also regulates judges. This dualism has implications for at least two things, namely first, related to the independence of judges or an independent judicial power. Independent judicial power can not only be resolved through institutional problems, namely unification of guidance under the Supreme Court, but also must clarify the status and position of judges so that they are no longer nuanced as civil servants, because it will indirectly affect patterns of bureaucratic performance as government apparatus. Second, the ambiguity of the status and position of judges affects welfare guarantees which can also have implications for independence and performance. Keywords: judges, judicial independence, state officials
Copyrights © 2023