Berdasarkan data dari Kementerian Ketenagakerjaan, pandemic corona virus disease 2019 telah berdampak di bidang ketenagakerjaan yang mencatat sampai dengan tanggal 31 Juli 2020 terdapat lebih dari 3.500.000 (tiga juta lima ratus ribu) pemutusan hubungan kerja. Beragam tulisan tersebar di berbagai media, baik cetak, elektronik maupun internet membahas pro dan kontra pemutusan hubungan kerja terdampak pandemic corona virus disease 2019 sebagai keadaan memaksa (force majeur) atau efisiensi. Perbedaan pendapat disebabkan tiada terdapat defenisi yuridis dan ruang lingkup dari keadaan memaksa (force majeur) dan efisiensi dalam Pasal 164 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, sehingga belum memberikan kepastian hukum dalam tatanan normatif dan penegakan hukumnya. Berdasarkan hasil penelitian dipahami bahwa pandemic corona virus disease 2019 tidak memenuhi kriteria keadaan memaksa (force majeur), karena keadaan memaksa (force majeur) merupakan situasi yang disebabkan bencana alam sedangkan pandemic corona virus disease 2019 merupakan bencana non-alam sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Non-Alam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (covid-19) Sebagai Bencana Nasional. Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan perusahaan melakukan efisiensi yang diatur dalam Pasal 164 ayat (3) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,. Apabila pengusaha mempergunakan keadaan pandemic corona virus disease 2019 untuk melakukan pemutusan hubungan kerja secara tidak sah, maka pekerja dapat melakukan tuntutan yang bersifat alternatif yaitu: menuntut agar dipekerjakan kembali atau menuntut hak-hak sesuai dengan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Copyrights © 2021