Perkawinan merupakan ketentuan Allah SWT yang umum dan berlaku pada semua makhluk-Nya. Sesuai dengan fitrahnya manusia tidak dapat hidup menyendiri karena ia tergolong makhluk sosial yang memiliki sifat ketergantungan dan saling membutuhkan antara satu dengan yang lainnya. Pada pasal 2 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 Tentang Perkawinan dan pasal 5 Kompilasi Hukum Islam digariskan bahwa setiap perkawinan harus dicatat oleh Pegawai Pencatat Nikah, namun masih ada masyarakat yang melakukan nikah siri atau tidak mencatatkan perkawinannya sehingga perlu adanya ketegasan tentang sanksi bagi pelaku nikah siri. Penelitian ini menerapkan metode pengambilan hukum istihsan dan maslahat terhadap sanksi nikah sirri. Jenis Penelitian ini termasuk yuridis kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui studi kepustakaan dan eksplorasi data primer-sekunder yang kemudian dianalisa. Perlu adanya sanksi yang tegas bagi pelaku serangkaian nikah siri, karena nikah siri menimbulkan akibat hukum yang tidak baik, seperti terjadinya kriminalitas dalam rumah tangga, hilangnya tanggung jawab seorang suami, bahkan lari dari tanggung jawab sehingga berdampak negatif bagi istri dan anak. Dengan adanya sanksi yang tegas maka masyarakat akan mencatatkan pernikahannya di lembaga yang berwenang yang telah ditetapkan oleh pemerintah sehingga terciptalah keluarga yang memiliki kepastian hukum dan sesuai dengan tujuan perkawinan yaitu terbentuknya keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Copyrights © 2022