Pendidikan Islam dan Pendidikan Kolonial merupakan dua metode untuk mencerdaskan masyarakat Indonesia, khususnya di Jawa. Pendidikan Islam maupun pendidikan Kolonial mempunyai keunggulan tersendiri bagi masyarakat. Pendidikan Islam cenderung lebih religius, sedangkan pendidikan Kolonial mengarah pada sekuler, dan liberal. Setiap pendidikan memiliki sistem pengajaran yang berbeda karena mempunyai tujuan dan target yang berbeda sesuai kepentingan pemerintah yang berkuasa saat itu. Metode dalam penulisan ini adalah menggunakan metode sejarah yang bertumpu pada empat hal sebagaimana umumnya yaitu: heuristic, kritik, verifikasi dan historiografi. Karena ini merupakan sejarah politik, maka untuk menganalisanya penulis menggunakan pendekatan sosiologi-politik. Sementara itu dibantu dengan teori challenge and respone yang dikembangkan oleh Arnold Toynbe. Menurut teori ini kebudayaan terjadi (lahir) karena adanya tantangan dan jawaban (challenge and response) antara manusia dengan lingkungan sekitarnya. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa dengan adanya pendidikan pemerintah kolonial Belanda yang rasial dan diskriminatif. Dengan demikian mucul bentuk perlawanan dalam bidang pendidikan, maka lahirlah pondok-pondok pesantren dan sekolah-sekolah swasta (partikelir) seperti: Pondok Pesantren Tebu Ireng (1899 M), Pondok Pesantern Tambak Beras (1919 M) Jawa Timur, Pondok Pesantren Krapyak, Yogyakarta (1911), Pondok Pesantren Sukamanah, Cipasung (1930) Tasik Malaya, Jawa Barat. Sedangkan Sekolah-sekolah swasta (partikelir) yaitu Sekolah Muhammadiyah (1912), Taman Siswa (1922) dan Nahdlatul Ulama (1926).
Copyrights © 2023