Pengaturan mengenai kepemilikan hak atas tanah di Indonesia di tandai dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria atau yang lebih dikenal dengan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA). Pengaturan tersebut kemudian melahirkan sebuah istilah yang dikenal dengan Sertifikat Hak Milik (SHM) atas tanah yang diatur dalam Pasal 16 ayat (1). Muatan pasal tersebut berupa pengaturan hak-hak atas tanah, diantaranya hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak sewa, hak membuka lahan dan memungut hasil hutan serta hak-hak lain selain hak tersebut yang akan ditetapkan dengan undang-undang dan yang sifatnya sementara. Namun dewasa ini Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) yang seyogyanya menjadi payung hukum akan jaminan dari negara atas kepemilikan sertifikat hak atas tanah nyatanya belum mampu memberikan kepastian hukum, hal ini ditandai dengan masih sering ditemukan dalam masyarakat adanya kasus-kasus pertanahan seperti sertifikat ganda, sertifikat yang tidak sesuai, pengurusan sertifikat yang alot, serta kasus pertahanan lainnya. Sehingga dalam kasus tersebut diharapkan peran negara sebagai sebuah entitas masyarakat yang akan memberikan kepastian hukum sehingga melahirkan keadilan dan ketentraman di dalam masyarakatnya.Kata kunci: Peran Negara, Kepastian Hukum, Undang Undang Pokok Agraria (UUPA), Sertifikat Hak Milik (SHM).
Copyrights © 2023