Masyarakat Alas di Desa Batu Mbulan, Aceh Tenggara, menjalankan sistem kekerabatan patrilineal dengan menggunakan "marga" sebagai penanda kelompok. Meskipun adat Alas melarang perkawinan semarga, larangan ini mengalami pelemahan akibat pengaruh Islam. Penelitian ini mengkaji regulasi adat, konsekuensi hukum, dan perubahan dalam penyelesaian perkawinan semarga di Aceh Tenggara. Dengan pendekatan yuridis-empiris, data dikumpulkan dari lima desa melibatkan 20 partisipan perkawinan semarga. Temuan menunjukkan persistensi larangan, dengan konsekuensi historis beralih dari pengucilan sosial menjadi denda kontemporer. Transformasi sanksi adat sesuai dengan perubahan sosial, memungkinkan perkawinan semarga di bawah denda yang diberlakukan. Namun, minimnya kesadaran akan sanksi adat Alas berkontribusi pada pelanggaran berkelanjutan, merongrong signifikansi larangan tersebut.
Copyrights © 2024