Dewasa ini pengguna sosial media sedang dihadapkan dengan maraknya kejahatan cyber phising yang dilakukan dengan beragam modus penipuan yang begitu meresahkan. Modus kejahatan siber ini menimbulkan kerugian baik secara materil maupun imateriel. Kejahatan ini telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Pasal 35 jo. Pasal 51 ayat (1) dengan ancaman maksimal 12 tahun penjara. Salah satu kasus yang telah diputus dan memiliki kekuatan hukum yang tetap terkait cyber phising adalah Putusan Nomor: 155/Pid.Sus/2018/PN-Cbn. Pada penulisan ini, akan menjawab rumusan permasalahan bagaimanakah pertimbangan majelis Hakim dalam mengadili perkara delik phising yang dilakukan di media sosial dalam Putusan Nomor 155/Pid.Sus/2018/PN-Cbn serta bagaimanakah penerapan sanksi pidana terhadap pelaku delik phising berdasarkan putusan a quo. Metode penelitian yang digunakan ialah metode yuridis-normatif dengan pendekatan kasus dan pendekatan undang-undang. Berdasarkan hasil penelitian, secara yuridis Hakim dalam menjatuhkan putusan hanya mempertimbangkan tuntutan Jaksa semata dan tidak mempertimbangkan perbarengan tindak pidana yang dilakukan terdakwa yang mana sebenarnya Hakim dapat memberikan pemberatan pidana berdasarkan Pasal 65 ayat (2) KUHP. Hal inilah yang menjadi salah satu alasan pertimbangan Hakim memberikan pidana yang relatif ringan yaitu hanya delapan bulan penjara. Kemudian, dari penerapan sanksi pidana yang relatif ringan tersebut belum dapat memenuhi tujuan pemidanaan dan rasa keadilan sehingga akan berdampak pada ketidak efektivitasan pemidanaan.
                        
                        
                        
                        
                            
                                Copyrights © 2024