Pengadilan sebagai sarana yang banyak dipakai oleh warga negara dalam menyelesaikan masalah tentunya diharapkan dapat menjadi lembaga yang dapat memuaskan keinginan dan kehendak dari warga pencari keadilan. Namun dalam praktiknya di pengadilan seringkali ditemukan hal yang mengganjal dalam sistem peradilan yang tidak efektif dan efisien, penyelesaian perkara memakan waktu bertahun-tahun, proses yang lama, dapat diajukan hukum yang berkepanjangan mulai dari banding, kasasi dan peninjauan kembali, setelah berkekuatan hukum tetap, eksekusi dibenturkan lagi hukum verzet. Selain proses yang lama dan biaya mahal, penyelesaian sengketa melalui litigasi juga menimbulkan penumpukan jumlah perkara di pengadilan. Adagium yang menyatakan peradilan cepat, sedehana dan biaya ringan dirasakan tidak efektif bagi para pencari keadilan di Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peran dari lembaga Makamah Agung untuk mewujudkan asas perdilan cepat, sederhana dan biaya ringan. Penelitian hukum normatif dipilih sebagai jenis penelitian pada penulisan ini dengan data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer dan sekunder menjadi lingkup jenis data yang dikaji. Alat pengumpul data yang digunakan berupa studi kepustakaan dan dalam analisis data dilakukan pendekatan politik hokum. Analisis data menggunakan metode deduktif yang kemudian diuraikan secara deskriptif kualitatif dalam kesimpulannya. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa untuk mengurangi penumpukan perkara perdata di Makamah Agung khusunya yang nilai perkara tertentu (kecil) demi mewujudkan asas peradilan cepat sederhana biaya murah, maka telah dilakukan pembatasan upaya hukum dalam bentuk undang, undang, PERMA dan SEMA, dan MA telah membuat cetak biru untuk melakukan pembatasan nilai perkara yang bisa dilakukan upaya hukum kasasi.
Copyrights © 2023