Historiografi Kabupaten Kotawaringin Barat tidak dapat dipisahkan dengan keberadaan Kerajaan Kotawaringin abad ke-17-19 Masehi. Kerajaan Kotawaringin tumbuh dan berkembang sebagai kawasan multietnis Bugis, Dayak dan Jawa. Beberapa sumber daya budaya Kerajaan Kotawaringin, di Kotawaringin Lama, yang masih tersisa adalah Astana Al-Nursari, Makam Kuta Tanah, Masjid Kyai Gede, dan Danau Masoraian. Hasil wawancara menunjukkan bahwa Astana Al-Nursari akan dikembangkan menjadi museum yang berintegrasi dengan ketiga sumber daya budaya lainnya. Rencana pengembangan tersebut diinisiasi oleh keturunan Kerajaan Kotawaringin, yang didukung oleh Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Barat. Namun demikian, sampai sekarang penelitian mengenai sumber daya budaya Kerajaan Kotawaringin yang menjadi langkah awal rencana pengembangan tersebut masih sebatas studi aspek sejarahnya. Penelitian kali ini ditujukan untuk memahami nilai penting sumber daya budaya Kerajaan Kotawaringin berdasarkan kondisi aktual masa kini. Pemahaman akan nilai penting tersebut diharapkan dapat menggambarkan karakter dan potensi Kotawaringin Barat yang dapat menjadi landasan dalam pengelolaan sumber daya budaya Kerajaan Kotawaringin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sumber daya budaya di Kotawaringin Lama, di Kalimantan Tengah, memiliki nilai penting yang dapat menjadi fondasi pengelolaan kawasan cagar budaya yang berintegrasi dengan kawasan lindung geologi. Integrasi pengelolaan dua kawasan lindung tersebut merupakan suatu langkah awal sebelum kawasan tersebut dapat dimanfaatkan secara praktis dalam upaya peningkatan kesejahteraan rakyat, khususnya masyarakat di sekitar kawasan dan Indonesia secara umum.
                        
                        
                        
                        
                            
                                Copyrights © 2022