Banyuwangi lahir dari wilayah Kerajaan Blambangan, kerajaan Hindu terakhir di Jawa. VoC mendirikan pos induk dan dan selanjutnya pada periode kolonial wilayah ini berkembang menjadi kota pusat perdagangan di ujung timur Pulau Jawa. Pusat Kota Banyuwangi saat ini bertransformasi menjadi kawasan wisata, perdagangan dan jasa. Fenomena automobile dependency yang juga berlaku di Kota Banyuwangi kontradiksi dengan pentingnya walkability kawasan terutama pusat kota untuk mendukung rencana pengembangan potensi Kota Banyuwangi ke arah pariwisata dan kebudayaan. Riset dilakukan dengan metode deskriptif kualitatif, bertujuan mendapatkan pemetaan yang dapat dipakai sebagai acuan dalam merancang pusat kota yang resilien melalui walkability kawasan. Riset mengupas lapisan morfologi Kawasan Pusat Kota Banyuwangi, mengidentifikasi transformasi elemen urban tissue dan tingkat permanensinya, pengaruh tipologi street & square serta aktivitas kawasan, dan melakukan analisis kualitas walkability kawasan melalui perbandingan pedshed di titik potensial Kawasan Pusat Kota Banyuwangi. Hasil riset menggambarkan elemen kota memiliki kemampuan cukup baik dalam mempertahankan signifikansinya walaupun ada pergeseran konsep urban tissue kawasan. Kawasan memiliki nilai pedshed ratio yang lebih baik di halaman Gedung Wanita (pedshed ratio = 0.9) dibandingkan taman Sritanjung (pedshed ratio = 0.8) akibat pengaruh persebaran titik poin wisata dan tipologi jalan yang ada di kawasan. Hal ini menunjukkan kawasan pusat kota Banyuwangi memiliki kualitas walkability yang sangat baik sehingga memungkinkan potensi pengembangan kawasan menjadi area klaster wisata yang walkable.
Copyrights © 2024