insiden gangguan layanan yang baru-baru ini menimpa Bank Syariah Indonesia (BSI), yang diduga disebabkan oleh serangan siber ransomware. Kejadian ini seharusnya menjadi pembelajaran penting bagi sektor perbankan di Indonesia. Menurut seorang pengamat keamanan siber, diperlukan penguatan pada sistem pertahanan digital karena serangan siber kini semakin kompleks dan canggih. Tidak hanya BSI, sebelumnya, Bank Jatim dan BRI Life juga mengalami peretasan pada tahun 2021, dengan dugaan kebocoran data pribadi nasabah ke internet. Bahkan pada tahun 2022, Bank Indonesia juga mengakui menjadi korban serangan ransomware. Serangan semacam ini dapat diatasi jika korban memiliki cadangan data yang memadai. Namun, beberapa kelompok peretas seperti LockBit dan Conti diketahui mencuri data target sebelum mengenkripsi dan meminta uang tebusan. Untuk melindungi masyarakat dari potensi kebocoran data pribadi di masa depan, Presiden Joko Widodo diharapkan segera membentuk lembaga perlindungan data pribadi sesuai dengan UU Perlindungan Data Pribadi. Lembaga ini akan bertanggung jawab untuk melakukan penilaian dan investigasi saat terjadi kebocoran data, memungkinkan penuntutan terhadap lembaga atau perusahaan yang gagal melindungi data pribadi masyarakat. Jika terjadi serangan siber dan dugaan kebocoran data pribadi nasabah, perbankan diharapkan segera memberitahu publik agar orang-orang dapat mengambil langkah-langkah keamanan yang diperlukan. Penelitian ini difokuskan pada upaya antisipasi untuk mencegah kasus pembobolan data nasabah di masa depan.
Copyrights © 2024