Penelitian ini penelitian hukum empiris, maka metode pendekatannya adalah pendekatan normative-empiris yaitu: pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan konseptual (conceptual approach), dan pendekatan Sociolegal (Sociolegal approach). Hasil penelitian setelah dianalisis menunjukan bahwa: 1. Model kebijakan pengaturan pengurusan dan pemanfaatan wilayah hutan di Kabupaten Bima sekarang didasarkan pada program Presiden yang dikenal dengan Nawacita, dimana pembangunan kehutanan melibatkan masyarakat setempat dengan sistim hutan kemasyarakatan. Selain itu kebijakan pemanfaatan lahan kosong sekitar hutan dengan menanam jagung unggul guna peningkatan pendapatan petani; 2. Adapun faktor-fakor penyebab rusaknya hutan yaitu: faktor hukum yaitu pemerintah Pusat mengambilalih pengurusan hutan, faktor penegakan hukum yang tidak konsisten, kesadaran hukum masyarakat petani yang kurang, faktor budaya masyarakat sekitar hutan yang masih senang bercocok tanam di wilayah hutan karena pendidikannya rata-rata masih rendah, tingkat kepadatan penduduknya tinggi, lahan bercocok tanamnya semakin sempit, serta lapangan kerja yang tersedia tidak ada di desa. Adapun dampak dari kebijakan tersebut, wilayah hutan kemasyarakatan dan hutan negara di bukit-bukit serta gunung-gunung dibabat habis, sehingga akibatnya terjadi erosi, banjir bandang yang merusak sistim kehidupan di lingkungan pemukiman masyarakat. 2. Upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Bima untuk mengatasi kesrusakan hutan dan lingkungan hidup yaitu: a. pemberdayaan masyarakat dengan sosialisasi dan penyuluhan akan pentingnya hutan dan lingkungan hidup yang baik; b. Melakukan reboisasi dan penghijaun kembali terhadap wilayah-wilayah hutan yang sudah gundul dan dianggap beresiko pada kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup, serta menimbulkan bencana alam; c. Reklamasi wilayah pesisir pantai, sungai, dan danau, serta menjaga dan melestarikan hutan bakau sepadan pesisir pantai, sungai, danau; dan d.Rahabilitasi lahan yang sudah rusak dan tidak produktif. Hasil kajian berdasarkan kenyataan di masyarakat desa menunjukan bahwa tingkat pemahaman masyarakat desa terhadap peraturan hukum pertanahan khususnya tentang pembuatan akta PPAT dalam perolehan dan peralihan hak atas tanah masih rendah; dan jika terjadi suatu sengketa, maka proses penyelesaian diawali dengan proses penyelesaian secara non litigasi melalui cara musyawarah dan mufakat dan mediasi. Dan jika proses non litigasi tidak bisa dilalui, maka dilakukan dengan melalui proses litigasi.
                        
                        
                        
                        
                            
                                Copyrights © 2023