Puncak perkembangan dan penggunaan maslahat sebagai prinsip bahkan metode penalaran dalam ushul Fiqh (Sejarah ushul fiqh) kelihatan terjadi ditangan Abu Ishaq al-Syathibi al-Gharnathi (w 790 H/1388 M), yang telah berusaha melakukan semacam penyempurnaan dan bahkan pembeharuan. Beliau menulis sebuah kitab tentang ushul Fiqh yang relatif tebal dan mendalam (Al-Muwaqat Fi Ushul AlSyari‟ah, empat jilid). Dengan sistematika yang relatif baru. Dalam buku ini beliau berupaya mengaitkan uraian tentang maslahat dengan uraian tentang maqhasid alsyari‟ah (tujuan syari‟at) secara lebih erat dan sungguh-sungguh dan menjadikan sebagai salah satu syarat untuk kebolehan berijtihad. Adapun rumusan masalah dalamtulisan ini diataranya, Apa pengertian Maqhasid al-Syariah, apa macammacam dari Maqasid al-Syariah, dan apa hubungan antara kategori al-dharuriyyat, al-hajiyyat, al-tahsiniyat, dan al-mukammilat.Kesimpulannya adalah Maqashdi Syari‟ah sebagai teori hukum yang pembahasan utamanya menjadikan “jalb almanfa‟ah dan dar‟u al-mafsadah sebagai tolok ukur terhadap sesuatu yang dilakukan manusia; dan menjadikan kebutuhan dasar manusia sebagai tujuan pokok dalam pembinaan hukum Islam. Sedangkan kemaslahatan tidak lebih dati 3 macam yaitu kemaslahatan al-Dharuriyyat (Primer), kemaslahatan al-Hajiyyat (sekunder), kemaslahatan al-Tahsiniyyat (tersier). Kemaslahatan al-Dharuriyyat adalah perlindungan dan kebutuhan yang paling penting dibandingkan kategori lainnya, Bila tingkat kebutuhan ini tidak terpenuhi, akan terancam keselamatan umat manusia bahkan kepunahan. Adapun hubungan antara ketiga kategori ini mempunyai hubungan yang berjenjang, mulai dari yang paling terpenting sampai kepada yang dianggap pelengkap, yaitu al-Dharuriyyat (keperluan dan perlindungan yang bersifat asasiah, dasariah, primer, elementer, fundamental), alHijiyyat adalah keperluan dan perlindungan yang bersifat sekunder, suplementer dan al-Tahsiniyyat adalah keperluan yang bersifat tersier, komplementer.
Copyrights © 2023