Ancaman terhadap hutan yang paling sering terjadi bukan hanya deforestasi maupun degrasi hutan, namun ekspansi perusahan kelapa sawit. Di Pesisir Selatan, banyak hutan-hutan gambut sudah menjadi tanaman monokultur kelapa sawit. Sehingga, masyarakat Lunang khawatir dengan hutan mereka akan berubah. Tahun 2016, tokoh masyarakat mulai mengusulkan untuk perlindungan hutan dengan melarang segala aktivitas pengrusakan hutan dan tidak memperbolehkan jual beli lahan di dalam kawasan hutan. Sehingga, pada tahun 2018, hutan mereka menjadi Hutan Nagari (HN) dalam skema Perhutanan Sosial. Hal ini membantu legitimasi terhadap perlindungan, pelestraian hutan dan pengembangan ekonomi masyarakat. Maka dari itu, seperti apa pengelolaan Hutan Nagari di Pondok Parian Lunang dan sejauh apa keterlibatan masyarakat serta dampaknya. Tujuan penelitian untuk menjelaskan seperti apa pengeloaan Hutan Nagari (HN) di Pondok Parian Lunang dalam konsep Perhutanan Sosial atau Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM) yang sudah ditetapkan sejak tahun 2018 hingga sekarang. Untuk menjawab pertanyaan, digunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Pengumpulan data melalui wawacara mendalam, observasi dan dokumentasi untuk mendapatkan pandangan dari masyarakat. Hasilnya menunjukkan Hutan Nagari terbentuk atas keinginan masyarakat, dengan tujuan perlindungan agar hutan tidak rusak. Hutan merupakan sumber air bagi pertanian sawah masyarakat, jika hutan terganggu maka sumber air mereka juga akan terganggu dan sawah tidak akan bisa digarap. LPHN (Lembaga Pengelola Hutan Nagari) memiliki wewenang dalam pengelolaan hutan, melakukan patroli dan pembentukan KUPS (Kelompok Usaha Perhutanan Sosial) bagi pengembangan ekonomi masyarakat melalui kerjasama dengan KPH (Kesatuan Pengelolaan Hutan) dan KKI Warsi. Sehingga Hutan Nagari memberikan dampak bukan hanya perlindungan, pelestarian tetapi juga peningkatan ekonomi masyarakat lokal.
Copyrights © 2024