Persoalan baru pun muncul akibat pemilihan pejabat kepala daerah dalam rangka koordinasi Pilkada Serentak 2024. Salah satu persoalannya adalah pengangkatan anggota aktif TNI pada posisi tersebut. Baik proses pemilu maupun jabatan yang dijabat dinilai kurang memenuhi prinsip demokrasi. Pembatasan peraturan perundang-undangan dan status pasukan TNI yang dikerahkan di lapangan, keduanya dinilai melanggar UU TNI. Masyarakat terkena dampak negatif dari hal ini. Oleh karena itu, protokol penunjukan pejabat TNI sebagai kepala daerah sementara harus dipatuhi secara ketat. Mencari tahu bagaimana anggota TNI aktif dipilih sebagai pemimpin sementara daerah adalah tujuan utama penelitian ini. Penelitian kepustakaan merupakan pendekatan standar bagi kajian hukum normatif seperti ini. Metodologi yang digunakan meliputi pendekatan undang-undang, pendekatan konseptual, dan pendekatan kasus. Persoalan muncul ketika pos-pos tersebut tidak diisi sesuai dengan peraturan dan standar yang berlaku, meskipun TNI/POLRI tidak berwenang melakukan pekerjaan rutin masyarakat untuk menjaga perlindungan dan keamanan masyarakat. Menurut UU 34/2004, anggota TNI tidak diperbolehkan menduduki jabatan kepala daerah sebelum pensiun atau mengundurkan diri. Dalam PP 11/2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil, pencalonan Anggota Aktif dimungkinkan dengan mengacu pada asas kepastian dan Lex superior derogate legi infraori. Aturan penataan tidak mengikuti standar yang sah.
                        
                        
                        
                        
                            
                                Copyrights © 2024