ABSTRAK: Perkawinan sebagai ikatan lahir bathin antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan sebagai suami istri dengan tujuan membuat keluarga atau membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Perkawinan terkadang berjalan baik atau tidak, salah satunya fenomena poligami yang mana seorang pria menikahi beberapa wanita. Poligami sering kali menimbulkan masalah sosial, seperti konflik dalam hubungan rumah tangga, tindakan perselingkuhan, tingkat perceraian yang tinggi, dan praktik pernikahan tidak resmi (pernikahan siri) yang dapat berdampak negatif pada status hukum istri dan anak-anak yang terlibat. Penelitian ini bertujuan untuk memahami keabsahan perkawinan poligami tanpa izin istri pertama dan untuk memahami akibat dari pembatalan perkawinan terhadap para pihak dan keturunannya ditinjau dari Undang-Undarng Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dengan spesifikasi penelitian bersifat deskriptif analisis. Data penelitian ini dikumpulkan secara studi kepustakaan/literatur dengan menggunakan data sekunder dan analisis data yang digunakan yaitu yuridis kualitatif. Hasil penelitian ini bahwa perkawinan poligami harus melalui proses permohonan izin sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Perkawinan. Tindakan perkawinan tanpa izin istri pertama juga dianggap tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum tetap berdasarkan Kompilasi Hukum Islam dan istri pertama berhak untuk mengajukan pembatalan yang berakibat perkawinan suami istri yang dibatalkan akan menyebabkan keduanya kembali ke kondisi sebelum menikah, sehingga hubungan suami-istri dianggap seolah-olah tidak pernah terjadi dan diberikan surat pernikahan tersebut dibatalkan. ABSTRACT: Marriage as a physical and mental bond between a man and a woman as husband and wife with the aim of creating a family or forming a happy and eternal household based on God Almighty. Marriage sometimes goes well or not, one of which is the phenomenon of polygamy where a man marries several women. Polygamy often leads to social problems, such as conflicts in household relationships, acts of infidelity, high divorce rates, and the practice of unofficial marriage (siri marriage) which can have a negative impact on the legal status of the wives and children involved. This research aims to understand the validity of polygamous marriages without the first wife's permission and to understand the consequences of marriage cancellation for the parties and their offspring in terms of Law Number 16 of 2019 concerning Amendments to Law Number 1 of 1974 concerning Marriage. This research uses a normative juridical approach method with descriptive analysis research specifications. This research data is collected by literature/literature studies using secondary data and the data analysis used is qualitative juridical. The result of this study is that polygamous marriages must go through a permit application process in accordance with Government Regulation Number 9 of 1975 concerning the Implementation of the Marriage Law. The act of marriage without the first wife's permission is also considered invalid and does not have permanent legal force based on the Compilation of Islamic Law and the first wife has the right to apply for annulment, which results in the marriage of a husband and wife that is cancelled will cause both of them to return to the condition before marriage, so that the marriage relationship is considered as if it never happened and given the marriage certificate is cancelled.
Copyrights © 2024