Claim Missing Document
Check
Articles

Found 18 Documents
Search

Penerapan Izin Edar Bagi Produk Industri Rumah Tangga Pangan Perspektif Ham Dan Maqashid Syari’ah Fariz Farrih Izadi
Syiar Hukum Volume 19, No 2 (2021) : Syiar Hukum : Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Islam Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/shjih.v19i2.9063

Abstract

Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) merupakan salah satu kekuatan pendorong dalam pembangunan ekonomi negara, Sejarah perekonomian bangsa Indonesia membuktikan bahwa UMKM memiliki peran yang sangat penting dalam menopang perekonomian negara di masa krisis. Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) merupakan salah satu bagian dari UMKM yang berkembang saat ini, hal ini terlihat dari semakin banyak Pangan Produksi IRTP menjadi komoditi yang banyak dicari di pasaran. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, menjelaskan bahwa setiap individu, keluarga dan masyarakat berhak memperoleh perlindungan terhadap kesehatannya, salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk melindungi Kesehatan masyarakat adalah dengan mewajibkan setiap pelaku IRTP memiliki izin produksi dan izin edar bagi setiap pangan produksinya. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui perspektif HAM dan Maqashid Syariah mengenai izin edar produk IRTP. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif, pendekatan konseptual, studi literatur, dan ditunjang dengan pendekatan yuridis komparatif. Izin edar bagi olahan pangan IRTP yang diwajibkan oleh pemerintah adalah bentuk tanggung jawab negara dalam menjaga (to protect) hak masyarakat atas kesehatan. Izin Edar Olahan Pangan IRTP merupakan salah satu tujuan Hukum Islam (Maqashid Syariah) yaitu upaya untuk menjaga kelestarian jiwa dan hidup manusia
PENERAPAN HUKUM PANCUNG BAGI TERPIDANA MATI DI PROVINSI ACEH DALAM PERSPEKTIF HUKUM NASIONAL DAN HUKUM ISLAM Fariz Farrih Izadi
Tahkim (Jurnal Peradaban dan Hukum Islam) Vol 2, No 1 (2019)
Publisher : Prodi Hukum Keluarga Islam (Ahwal Asy-Syakhsiyyah) Fakultas Syariah Unisba

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/tahkim.v2i1.4447

Abstract

ABSTRAKHukum pancung yang diwacanakan oleh Pemerintah Provinsi Aceh mendapat banyak kritikan dari berbagai pihak, selain karena cara pelaksanaan hukuman mati sudah diatur dalam Undang-undang, hal tersebut dianggap tidak sesuai dengan Hak Asasi Manusia, juga sarat dengan unsur pembalasan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif, adapun pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Spesifikasi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analisis yaitu penelitian yang bertujuan untuk memberikan gambaran secara rinci, sistematis dan menyeluruh mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan hukum pidana Islam, pelaksanaan hukum pancung dan penerapannya di Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan hukuman mati di Indonesia sudah sesuai dengan aturan Qishash  dalam Syari’at Islam, sedangkan pelaksanaan hukum pancung sebagai hukuman mati tidak memungkinkan jika diatur dengan Qanun  karena ada Undang-undang yang lebih tinggi sudah mengaturnya.Kata Kunci : Hukuman Mati, Hukum Pancung, Qanun. ABSTRACT The prejudice law that was discussed by the Aceh Provincial Government received a lot of criticism from various parties, apart from the way the capital punishment was regulated in the Act, it was considered not in accordance with Human Rights, also loaded with no retaliation. This study uses a normative juridical research method, while looking for this research is looking for qualitative. The research specifications used in this study are descriptive analysis, namely research aimed at providing complete, systematic and complete information about everything related to Islamic insurance law, implementation of shaking law and its application in Indonesia. The results showed that the execution of the capital punishment in Indonesia was in accordance with the rules of Qishash in Shari'ah Islam, according to the rule of punishment as a death sentence which is not permitted if regulated by Qanun because there is a higher law that has been approved.Keywords: Capital Punishment, Prejudice Law, Qanun.       
Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Seksual yang dilakukan LGBT pada Anak Menurut Hukum Pidana Positif dan Hukum Pidana Islam Tasya Adinda Mardlatilah; Dian Alan Setiawan; Fariz Farrih Izadi
Bandung Conference Series: Law Studies Vol. 2 No. 1 (2022): Bandung Conference Series: Law Studies
Publisher : UNISBA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (208.569 KB) | DOI: 10.29313/bcsls.v2i1.686

Abstract

Seiring dengan perkembangan zaman modern, perilaku manusia dapat berubah-ubah, sehingga fenomena yang ada di masyarakat tidak sesuai dengan norma yang ada. Karena adanya tidak keseimbangan dengan norma dan nilai maka hal tersebut bisa menyebabkan adanya permasalahan dan merugikan masyarakat. Contohnya seperti dengan tidak menaati norma yang ada akan mendapatkan sebuah sanksi tergantung dengan dengan melanggar norma di masyarakat. Homoseksual, lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT) adalah salah satu dari contoh seseorang melanggar norma yaitu dengan adanya LGBT di dalam masyarakat meresahkan masyarakat. Dan pencabulan sesama jenis menimbulkan adanya permasalahan karena hal tersebut masuk ke dalam penyimpangan sosial dan penyimpangan seksual. Dan di dalam skripsi ini membahas penegakan Hukum terhadap pelaku tindak pidana seksual oleh LGBT kepada Anak menurut Hukum Pidana dan Hukum Pidana Islam. Serta membahas Perbandingan Sanksi Pidana apa yang akan diberikan kepada pelaku tindak pidana seksual menurut hukum pidana positif dan hukum pidana islam. Penegakan hukum kepada pelaku pencabulan sodomi kepada Anak di dalam hukum pidana positif telah ditegaskan pada pasal 290, 292 dan 293 dalam Kitab Undang-Undang Pidana. Sedangkan di dalam hukum pidana islam merujuk pada Qanun No. 6 Tahun 2004 pasal 63 dan 64 serta merujuk yang ada di dalam Al-Qur’an dan Hadis. Dengan adanya penelitian normatif kualitatif ini diteliti dengan data kepustakaan atau data sekunder. Dan landasan teori yang digunakan yaitu pemidanaan, perbandingan hukum serta penegakan hukum.
Pemidanaan bagi Pelaku Terorisme dalam Perspektif Hukum Pidana Positif dan Hukum Pidana Islam Astri Yulianti; Ade Mahmud; Fariz Farrih Izadi
Jurnal Riset Ilmu Hukum Volume 2, No. 2, Desember 2022, Jurnal Riset Ilmu Hukum (JRIH)
Publisher : UPT Publikasi Ilmiah Unisba

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/jrih.v2i2.1456

Abstract

Abstract. Terrorism is an act of crime against humanity and civilization that poses a serious threat to state sovereignty, is a danger to security, world peace and is detrimental to the welfare of the community. Subjectively, the perpetrators who have been subject to criminal sanctions after serving their sentences are not able to provide a remedial effect both to themselves and to their group. The purpose of this research is to find out how to punish the perpetrators of criminal acts of terrorism in Islamic criminal law and the Law on the Eradication of Theoretical Crimes, as well as to find out how the views of Islamic criminal law on the death penalty for perpetrators of theoretic crimes. This is a juridical-normative research method, namely by emphasizing legal science or secondary data, meaning data obtained from cases related to criminal acts of terrorism. The technique of collecting is through a literature study and then the data obtained from the research is analyzed in a normative juridical manner. Results of The analysis found that the effort to punish the perpetrators of acts of terrorism has different sanctions ranging from a minimum imprisonment of 5 years and a maximum sentence of 20 years or more referred to as a maximum imprisonment, life imprisonment to the death penalty. Abstrak.Terorisme adalah tindakan kejahatan terhadap kemanusiaan dan peradaban yang menimbulkan ancaman serius terhadap kedaulatan negara, bahaya terhadap keamanan, perdamaian dunia serta merugikan kesejahteraan masyarakat. Secara subyektif, para pelaku yang telah dikenai sanksi pidana setelah menjalani hukuman ternyata tidak mampu memberikan efek perbaikan baik kepada dirinya sendiri maupun kepada kelompoknya. Adapun tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui bagaimana upaya pemidanaan bagi pelaku tindak pidana terorisme dalam hukum pidana Islam dan UndangUndang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teoririsme, serta mengetahui bagaimana pandangan hukum pidana Islam terhadap sanksi pidana mati pelaku tindak pidana teorisme.Metode yang digunakan dalam peneltian ini adalah metode penelitian Yuridis-Normatif yaitu dengan menekankan pada ilmu hukum atau data sekunder artinya data yang diperoleh dari kasus yang berhubungan dengan tindak pidana terorisme. Teknik pengumpulan melalui studi kepustakaan yang kemudian data yang diperoleh dari penelitian dianalisis secara yuridis normatif. Hasil dari analisa ditemukan bahwa Upaya pemidanaan pada pelaku tindakan terorisme yaitu memiliki sanksi yang berbeda beda mulai dari pidana kurungan paling rendah atau sedikitnya dipidana 5 tahun dan paling lama yaitu 20 tahun atau lebih disebut sebagai pidana kurungan maksimal, pidana seumur hidup hingga hukuman mati.
Pemenuhan Kesejahteraan dalam Pengasuhan Anak oleh Ibu yang Mengidap Penyakit Bipolar Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak dan Hukum Islam Diani Fadhila Chaerani; Fariz Farrih Izadi
Bandung Conference Series: Law Studies Vol. 3 No. 1 (2023): Bandung Conference Series: Law Studies
Publisher : UNISBA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/bcsls.v3i1.4934

Abstract

Abstract. Children are the buds and manifestations of society in determining the direction of survival of a nation in the future. The Indonesian state has certainly guaranteed the welfare of every citizen, especially the protection of children's rights for their welfare in existing regulations. However, in reality there are still very many children who are far from prosperous due to the lack of proper upbringing and basic education given by parents, especially to a mother. The mother is the child's gateway to the future because all forms of basic education such as religion, ethics and morals are in the hands of the mother. However, in some cases it is not uncommon for children not to feel prosperous because their mother has a mental disorder, for example, bipolar disorder, which results in the parenting process. This study uses a normative juridical method. In collecting data, using library research or library research, namely by researching and analyzing reading sources that are theoretical in nature, so that they can be used as a basis for research in analyzing the issues raised and by studying in depth and drawing conclusions to obtain accurate data. The results of the author's research are legally positive, mothers who suffer from bipolar disorder are deemed legally incompetent because they cannot be held accountable for their actions which result in a legal action. Whereas if it is reviewed based on Islamic law in Islamic Law a mother who has Bipolar Disorder cannot fulfill the rights of the child, then it is obligatory for the family to carry out this fulfillment first and when there is no right family party, the Government will carry out fulfillment of these welfare rights. Abstrak. Anak merupakan tunas serta manifestasi masyarakat dalam menentukan arah kelangsungan hidup suatu bangsa dimasa yang akan datang. Negara Indonesia tentunya telah menjamin kesejahteraan setiap warga negaranya, terkhusus perlindungan terhadap hak-hak anak guna kesejahteraannya dalam peraturan-peraturan yang ada. Namun pada kenyataannya masih sangat banyak anak-anak yang jauh dari kata sejahtera karena kurang baiknya proses pengasuhan dan pendidikan dasar yang diberikan orang tua terkhusus kepada seorang ibu. Ibu adalah gerbang anak menatap masa depan karena segala bentuk pendikan dasar seperti agama, etika, dan moral ada ditangan ibu. Akan tetapi pada bebera kasus tidak jarang anak tidak merasa sejahtera karena sosok ibunya yang memiliki gangguan mental sebagai contoh penyakit bipolar disorder, sehingga berakibat pada proses pengasuhan. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif. Dalam pengumpulan data, menggunakan studi kepustakaan atau library research yakni dengan meneliti dan menganalisa sumber bacaan yang bersifat teoritis, sehingga dapat dijadikan dasar penelitian dalam menganalisa persoalan yang dikemukakan dan dengan mempelajari secara mendalam dan menarik kesimpulan untuk mendapatkan data yang akurat. Hasil penelitian penulis secara hukum positif ibu yang mengidap penyakit bipolar disorder dirasa tidak cakap secara hukum dikarena mereka tidak dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya yang mengakibatkan terjadinya suatu perbuatan hukum. Sedangkan bilamana ditinjau berdasarkan hukum islam dalam Hukum Islam seorang ibu yang mengidap penyakit Bipolar Disorder tidak dapat memenuhi hak-hak anak maka, diwajibkan pihak keluarga terlebih dahulu yang berhak untuk melaksanakan pemenuhan tersebut dan ketika tidak ada pihak keluarga yang tepat maka, Pemerintah yang akan melakukan pemenuhan hak-hak kesejahteraan tersebut.
Perlindungan Tenaga Kerja Wanita Indonesia dalam Kasus Perdagangan Manusia di Kamboja Berdasarkan Hukum Internasional dan Hukum Nasional Dhea Shabrina 'Ishmah; Eka Aqimuddin; Fariz Farrih Izadi
Bandung Conference Series: Law Studies Vol. 3 No. 1 (2023): Bandung Conference Series: Law Studies
Publisher : UNISBA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/bcsls.v3i1.5136

Abstract

Abstract. Human trafficking is increasing because the profits obtained by the perpetrators are very large. Even according to the United Nations, human trafficking is the world's large's criminal enterprise which generates around 9.5 million USD in annual taxes. According to the results of a study by the International Labor Organization, the profits derived from trafficked women, men children are estimated at US$ 32 billion annually. Cambodia is a destination country for trafficking in persons with Indonesian victims having increased in recent years. Reports from Malaysia based on data for 2019 and 2020, in the border areas of neighboring Malaysia and Singapore show that more than 4,268 people come from Indonesia out of a total of 6,809 people who are involved in the crime of trafficking women in Malaysia as sex workers, while the results of monitoring submitted by US Department of State that out of 5 million migrant workers, 20% are the result of trafficking of women and children originating from Indonesia. The Asia Pacific Economic and Social Commission reports that Indonesia ranks third or lowest in efforts to tackle the problem of human trafficking and in 2017 Indonesia is in second place in the world as a victim of human trafficking. Abstrak. Perdagangan manusia semakin banyak dikarenakan keuntungan yang diperoleh pelakunya sangat besar. Bahkan menurut PBB, perdagangan manusia ini adalah sebuah perusahaan kriminal terbesar ketiga tingkat dunia yang menghasilkan sekitar 9,5 juta USD dalam pajak tahunan. Menurut hasil studi International Labour Organization keuntungan yang diperoleh dari perempuan, laki-laki dan anak-anak yang diperdagangkan diperkirakan mencapai US$ 32 miliar setiap tahunnya. Kamboja adalah negara tujuan perdagangan orang dengan korban Indonesia yang mengalami peningkatan dalam beberapa tahun terakhir. Laporan dari Malaysia berdasarkan data tahun 2019 dan 2020, di wilayah perbatasan negara tetangga Malaysia dan Singapura menunjukkan bahwa lebih dari 4.268 manusia berasal dari Indonesia dari sejumlah 6.809 manusia yang terlibat dalam kejahatan perdagangan perempuan di Malaysia sebagai pekerja seks, sedangkan dari hasil pemantauan yang disampaikan oleh US Department of State bahwa dari 5 juta buruh migran terdapat 20% merupakan hasil perdagangan perempuan dan anak berasal dari Indonesia. Adapun Economy and Social Commissionon Asia Pacific melaporkan bahwa Indonesia menempati peringkat ketiga atau terendah dalam upaya penanggulangan masalah perdagangan manusia dan pada tahun 2017 Indonesia adalah urutan ke dua di dunia jadi korban perdagangan manusia.
Studi Kompratif terhadap Tindakan Pembelaan diri yang Berakibat Kematian Ditinjau dari Hukum Pidana dan Hukum Islam Muhamad Kahfi Alghifari; Fariz Farrih Izadi
Bandung Conference Series: Law Studies Vol. 3 No. 1 (2023): Bandung Conference Series: Law Studies
Publisher : UNISBA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/bcsls.v3i1.5407

Abstract

Abstract. Actions to protect oneself in the common law system are known as self-defence and permissible force, namely self-defense and the permissibility of these actions. In Islamic criminal law, allowing self-defense or forced defense is known as daf'u as-sa'il which means avoiding, rejecting and defending oneself from attack. The formulation of the problem in the preparation of this research includes whether excessive self-defense can be qualified as a justification and how criminal responsibility results in death in the perspective of Criminal Law and Islamic Law. The goal is to find out what has been described in the formulation. The method used in this research is a normative juridical approach with a qualitative approach. The results of his research are that a person who makes a defense is forced if he is proven to have committed and the elements are fulfilled, meaning he cannot be convicted, so he is released because it is true that there is a defense to protect himself which threatens life, honor, life and property. As for criminal responsibility in Islamic law, it says that if it can be qualified as the victim's family is given the opportunity to forgive the perpetrators of accidental killing then the sanction is kifarat, which is in the form of freeing a slave (slave), besides that it is also subject to other penalties, namely in the form of diyat payments. Abstrak. Perbuatan melindungi diri dalam sistem common law, dikenal dengan self-defence dan permissible force, yaitu pembelaan diri dan diperbolehkannya perbuatan tersebut. Dalam hukum pidana Islam memperbolehkan pembelaan diri atau pembelaan terpaksa dikenal dengan istilah daf’u as-sa’il yang artinya menghindari, menolak dan membela diri dari penyerangan. Adapun rumusan masalah dalam penyusunan penelitian ini yang meliputi, Apakah pembelaan diri yang melampaui batas dapat dikualifikasikan sebagai alasan pembenar dan Bagaimana pertanggung jawaban pidana yang mengakibatkan kematian dalam persfektif Hukum Pidana dan Hukum Islam. Tujuannya agar mengetahui apa yang telah diuraikan pada rumusan tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian tersebut yaitu pendekatan yuridis normatif dengan jenis pendekatan kualitatif. Hasil dari penelitiannya yaitu bahwa seseorang yang melakukan pembelaan terpaksa jika dia terbukti melakukan dan unsur-unsurnya terpenuhi artinya dia tidak bisa dipidana, jadi dibebaskan karena benar adanya pembelaan guna melindungi diri yang mengancam nyawa, kehormatan, jiwa dan harta. Adapun pertanggung jawaban pidana dalam hukum Islam mengatakan bahwa apabila dapat dikualifikasikan sebagai yaitu keluarga korban diberi kesempatan untuk memaafkan pelaku pembunuhan tidak sengaja maka sanksinya adalah kifarat, yang berupa memerdekakan seorang hamba sahaya (budak), disamping itu juga dikenai hukuman lain yaitu berupa pembayaran diyat.
Perlindungan Tenaga Kerja Wanita Indonesia dalam Kasus Perdagangan Manusia di Kamboja Dhea Shabrina ‘Ishmah; Eka An Aqimuddin; Fariz Farrih Izadi
Jurnal Riset Ilmu Hukum Volume 3, No. 1, Juli 2023, Jurnal Riset Ilmu Hukum (JRIH)
Publisher : UPT Publikasi Ilmiah Unisba

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/jrih.v3i1.2112

Abstract

Abstract. Human trafficking is increasing because the profits obtained by the perpetrators are very large. Even according to the United Nations, human trafficking is the world's large's criminal enterprise which generates around 9.5 million USD in annual taxes. According to the results of a study by the International Labor Organization, the profits derived from trafficked women, men children are estimated at US$ 32 billion annually. Cambodia is a destination country for trafficking in persons with Indonesian victims having increased in recent years. Reports from Malaysia based on data for 2019 and 2020, in the border areas of neighboring Malaysia and Singapore show that more than 4,268 people come from Indonesia out of a total of 6,809 people who are involved in the crime of trafficking women in Malaysia as sex workers, while the results of monitoring submitted by US Department of State that out of 5 million migrant workers, 20% are the result of trafficking of women and children originating from Indonesia. The Asia Pacific Economic and Social Commission reports that Indonesia ranks third or lowest in efforts to tackle the problem of human trafficking and in 2017 Indonesia is in second place in the world as a victim of human trafficking. Abstrak. Perdagangan manusia semakin banyak dikarenakan keuntungan yang diperoleh pelakunya sangat besar. Bahkan menurut PBB, perdagangan manusia ini adalah sebuah perusahaan kriminal terbesar ketiga tingkat dunia yang menghasilkan sekitar 9,5 juta USD dalam pajak tahunan. Menurut hasil studi International Labour Organization keuntungan yang diperoleh dari perempuan, laki-laki dan anak-anak yang diperdagangkan diperkirakan mencapai US$ 32 miliar setiap tahunnya. Kamboja adalah negara tujuan perdagangan orang dengan korban Indonesia yang mengalami peningkatan dalam beberapa tahun terakhir. Laporan dari Malaysia berdasarkan data tahun 2019 dan 2020, di wilayah perbatasan negara tetangga Malaysia dan Singapura menunjukkan bahwa lebih dari 4.268 manusia berasal dari Indonesia dari sejumlah 6.809 manusia yang terlibat dalam kejahatan perdagangan perempuan di Malaysia sebagai pekerja seks, sedangkan dari hasil pemantauan yang disampaikan oleh US Department of State bahwa dari 5 juta buruh migran terdapat 20% merupakan hasil perdagangan perempuan dan anak berasal dari Indonesia. Adapun Economy and Social Commissionon Asia Pacific melaporkan bahwa Indonesia menempati peringkat ketiga atau terendah dalam upaya penanggulangan masalah perdagangan manusia dan pada tahun 2017 Indonesia adalah urutan ke dua di dunia jadi korban perdagangan manusia.
Pemidanaan bagi Pelaku Terorisme dalam Perspektif Hukum Pidana Positif dan Hukum Pidana Islam Astri Yulianti; Ade Mahmud; Fariz Farrih Izadi
Jurnal Riset Ilmu Hukum Volume 2, No. 2, Desember 2022, Jurnal Riset Ilmu Hukum (JRIH)
Publisher : UPT Publikasi Ilmiah Unisba

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/jrih.v2i2.1456

Abstract

Abstract. Terrorism is an act of crime against humanity and civilization that poses a serious threat to state sovereignty, is a danger to security, world peace and is detrimental to the welfare of the community. Subjectively, the perpetrators who have been subject to criminal sanctions after serving their sentences are not able to provide a remedial effect both to themselves and to their group. The purpose of this research is to find out how to punish the perpetrators of criminal acts of terrorism in Islamic criminal law and the Law on the Eradication of Theoretical Crimes, as well as to find out how the views of Islamic criminal law on the death penalty for perpetrators of theoretic crimes. This is a juridical-normative research method, namely by emphasizing legal science or secondary data, meaning data obtained from cases related to criminal acts of terrorism. The technique of collecting is through a literature study and then the data obtained from the research is analyzed in a normative juridical manner. Results of The analysis found that the effort to punish the perpetrators of acts of terrorism has different sanctions ranging from a minimum imprisonment of 5 years and a maximum sentence of 20 years or more referred to as a maximum imprisonment, life imprisonment to the death penalty. Abstrak.Terorisme adalah tindakan kejahatan terhadap kemanusiaan dan peradaban yang menimbulkan ancaman serius terhadap kedaulatan negara, bahaya terhadap keamanan, perdamaian dunia serta merugikan kesejahteraan masyarakat. Secara subyektif, para pelaku yang telah dikenai sanksi pidana setelah menjalani hukuman ternyata tidak mampu memberikan efek perbaikan baik kepada dirinya sendiri maupun kepada kelompoknya. Adapun tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui bagaimana upaya pemidanaan bagi pelaku tindak pidana terorisme dalam hukum pidana Islam dan UndangUndang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teoririsme, serta mengetahui bagaimana pandangan hukum pidana Islam terhadap sanksi pidana mati pelaku tindak pidana teorisme.Metode yang digunakan dalam peneltian ini adalah metode penelitian Yuridis-Normatif yaitu dengan menekankan pada ilmu hukum atau data sekunder artinya data yang diperoleh dari kasus yang berhubungan dengan tindak pidana terorisme. Teknik pengumpulan melalui studi kepustakaan yang kemudian data yang diperoleh dari penelitian dianalisis secara yuridis normatif. Hasil dari analisa ditemukan bahwa Upaya pemidanaan pada pelaku tindakan terorisme yaitu memiliki sanksi yang berbeda beda mulai dari pidana kurungan paling rendah atau sedikitnya dipidana 5 tahun dan paling lama yaitu 20 tahun atau lebih disebut sebagai pidana kurungan maksimal, pidana seumur hidup hingga hukuman mati.
Studi Komparasi Perlindungan Warga Sipil dalam Perang Ditinjau dari Perspektif Hukum Humaniter Internasional dan Siyasah Harbiyah Rafly Raihansyah; Fariz Farrih Izadi
Bandung Conference Series: Law Studies Vol. 4 No. 1 (2024): Bandung Conference Series: Law Studies
Publisher : UNISBA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/bcsls.v4i1.9745

Abstract

ABSTRACT-This research aims to conduct a comparative study on the protection of civilians in war from the perspectives of International Humanitarian Law (IHL) and Siyasah Harbiyah (Islamic Law about warfare). The current context of wars, such as the Gaza War and the conflict between Ukraine and Russia, emphasizes the importance of understanding and implementing protection measures for civilians. In this approach, the research employs a juridical comparative method to analyze legal regulations from International Humanitarian Law and Siyasah Harbiyah. This qualitative method involves collecting data from various sources, such as legal regulations, legal documents, and court decisions. The research results are expected to provide a better understanding of the concept of civilians in war according to International Humanitarian Law and Siyasah Harbiyah. Additionally, this comparative study is anticipated to identify differences and similarities in the protection of civilians, contributing to the development of knowledge in Siyasah Harbiyah and International Humanitarian Law. In practical terms, this research is expected to provide information and recommendations to parties involved in armed conflicts and international institutions to enhance efforts in protecting civilians during war. Moreover, a deeper understanding of these concepts can assist decision-makers in raising awareness of the importance of safeguarding human rights, especially in situations of armed conflict. ABSTRAK-Penelitian ini bertujuan untuk melakukan studi komparatif terhadap perlindungan warga sipil dalam perang dari perspektif Hukum Humaniter Internasional dan Siyasah Harbiyah. Konteks perang saat ini, seperti Perang Gaza dan konflik antara Ukraina dan Rusia, menunjukkan pentingnya pemahaman dan pentingnya implementasi perlindungan terhadap warga sipil. Dalam pendekatan ini, penelitian menggunakan metode pendekatan yuridis komparatif untuk menganalisis peraturan hukum dari Hukum Humaniter Internasional dan Siyasah Harbiyah. Metode Pendekatan ini menggunakan cara kualitatif, melibatkan pengumpulan data dari berbagai sumber, seperti peraturan hukum, dokumen hukum, dan keputusan pengadilan.Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih baik tentang konsep warga sipil dalam perang menurut Hukum Humaniter Internasional dan Siyasah Harbiyah. Selain itu, studi komparatif ini juga diharapkan dapat mengidentifikasi perbedaan dan persamaan dalam perlindungan warga sipil, serta memberikan kontribusi pada pengembangan ilmu pengetahuan tentang Siyasah Harbiyah dan Hukum Humaniter Internasional. Dalam konteks praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan rekomendasi kepada pihak-pihak yang terlibat dalam konflik bersenjata dan lembaga-lembaga internasional untuk meningkatkan upaya perlindungan warga sipil selama perang. Selain itu, pemahaman yang lebih mendalam tentang konsep ini dapat membantu pengambil keputusan dalam meningkatkan kesadaran terhadap pentingnya melindungi hak-hak asasi manusia, terutama dalam situasi konflik bersenjata.