Penelitian ini dilatarbelakangi mengingat pentingnya tanah dan atau bangunan tersebut dalam kehidupan, maka sudah sewajarnya jika orang pribadi atau badan hukum yang mendapatkan nilai ekonomis serta manfaatdari tanah dan atau bangunan karena adanya perolehan hak atas tanah dan atau bangunan dikenakan pajak oleh negara. Pajak yang dimaksud adalah Bea Perolehan Hak atas Tanah dan atau Bangunan (BPHTB) dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengenaan pemungutan BPHTB terhadap transaksi jual beli Tanah dan atau bangunan dibawah nilai jual objek pajak (NJOP) di kota Semarang. Disamping itu, untuk mengetahui peranan Notaris/ PPAT dalam pengenaan pemungutan BPHTB. Serta mengetahui hambatan-hambatan yang timbul dan upaya yang dilakukan dalam mengatasi pemungutan BPHTB. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa Notaris/ PPAT termasuk sebagai salah satu pejabat yang mempunyai peranan penting dalam pelaksanaan pemungutan pajak Bea Pero!ehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Dalam kehidupan bermasyarakat kadang-kadang KPPBB tidak mengetahui kejadian ataupun peristiwa yang harus dikenakan BPHTB, misalnya perolehan hak atas tanah dan bangunan karena jual beli. Seperti yang diketahui bahwa perolehan hak atas tanah dan atau merupakan objek yang dikenakan pajak BPHTB, maka untuk memperoleh data mengenai peristiwa jual beli tersebut perlu dijalin kerjasama dengan pihak Notaris/ PPAT. Notaris selain mempunyai wewenang dalam membuat akta yang otentik, juga mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk memberikan bantuan penyuluhan hukum. Selain itu Notaris/ PPAT mempunyai kewajiban untuk pelaporan atau pemberitahuan perolehan hak atas tanah dan atau bangunan, berdasarkan ketentuan yang berlaku. Dalam PP No. 34 Tahun 1997- ditentukan bahwa Notaris/ PPAT harus melaporkan perolehan hak atas tanah dan atau bangunan setiap bulan.
Copyrights © 2023