Tulisan ini ingin mengkaji pemikiran Nasher Hamid Abu Zaid tentang pembelaan terhadap hak perempuan yang terangkum dalam kitab Dawa’ir al khauf: qira’ah fil khitab al mar’ah (lingkaran ketakutan: pembacaan atas wacana perempuan). Menurutnya perempuan masih dalam belenggu teks teks fiqh yang kerap memandang perempuan secara deskriminatif. Posisi perempuan didunia domestik lebih berharga dan utama daripada pengembangan kreatifitas berpikir sebagaimana ditunjukkan oleh putusan cerai yang dijatuhkan oleh hakim agama terhadap seorang dosen perempuan yang menolak untuk hamil. Berawal dari kegelisahan akademik inilah Abu Zaid membangun model pembacaan kontekstual dengan merujuk pada pelacakan akar teks. Artinya, keberadaan teks bukanlah suatu misteri melainkan ada alur cerita yang berupa realita. Melalui pembacaan kontekstual, Abu Zaid membaca dua fenomena perempuan yang terdiri dari poligami dan hak waris. Menurutnya, bahwa perintah poligami bukan problem tasyri’ yang bersifat selamanya, melainkan bersifat temporal sesuai dengan konteks tertentu. Begitu juga hak waris, Pertama, alqur’an memerintahkan bersedekah pada kerabat, anak yatim dan orang miskin yang tidak mendapat warisan. Kedua, alqur’an berpesan bahwa hubungan kekeluargaan, kesukuan bukanlah relasi kemanusiaan yang utama sebagaimana telah dilakukan pada masa pra islam. dua konsep dasar inilah yang dijadikan landasan untuk memuliyakan perempuan dalam problem hak waris.
                        
                        
                        
                        
                            
                                Copyrights © 2024