Alat pembayaran di Indonesia sudah diatur dalam undang-undang. Rupiah sebagai satu-satunya mata uang kartal yang diakui dan boleh digunakan sebagai alat pembayaran di wilayah NKRI. Namun, menurut beberapa penelitian menyatakan bahwa banyak praktek pemberian kembalian uang belanjaan berupa permen sering dijumpai dan dilakukan oleh pihak penjual, Hal ini menimbulkan beberapa permasalahan hukum terkait aspek perlindungan hukum dan implikasi hukum baik ditinjau dari hukum positif dan juga hukum syariah. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum kualitatif normatif, dengan pendekatan deskriptif analitis. Penelitian ini menggunakan undang-undang Tentang Mata Uang, undang-undang Tentang Perlindungan Konsumen dan prinsip maslahah sebagai pisau analisis. Penelitian ini mempertegas kembali bahwa praktek pemberian kembalian berupa permen dilarang oleh undang undang negara. Bahkan sudah ada ketentuan pidana bagi yang dengan sengaja melanggarnya. Oleh karena itu, pembeli boleh menolak atau melaporkan jika mengalami atau menjumpai praktik tersebut. Dari sisi hukum Syariah penelitian ini menemukan bahwa praktek pemberian kembalian berupa permen mengandung unsur zalim oleh pihak penjual, dan tidak memenuhi unsur kerelaan sebagai syarat sah akad jual beli sehingga digolongkan ke dalam akad fasid. Penelitian ini sekaligus membantah penemuan Anis Shaita Aulia Arafah yang menyebut praktek ini sebagai akad jual beli mu’athah.
Copyrights © 2023