Mahkamah Konstitusi melalui putusan Nomor 112/PUU-XX/2022 yang di layangkan pada 25 Mei 2023, menetapkan atas uji Materiil Undang – Undang nomor 30 tahun 2002 jo UU 19 tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Dalam salah satu amar putusannya menyatakan bahwa pasal 34 undang – undang a quo inkonstitusional secara bersyarat. Syarat yang diberikan Mahakamah Konstitusi adalah akan tetap inkonstitusional sepanjang tidak dimaknai, “Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi memegang jabatan selama 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan.” Implikasi dari putusan Mahakamah Konstitusi tersebut menimbulkan problematika dan memunculkan pertanyaan. Penelitian ini akan ditelaah dengan metode yuridis normative, menggunakan pendekatan peraturan perundang – undangan dan pendekatan kasus. Hasil analisis menunjukkan adanya problematika dalam putusan a quo diantaranya, pergeseran konsep Mahkamah Konstitusi yang seharusnya sebagai negative legislator, minimnya urgensi serta tidak adanya implikasi jelas terhadap desain kelembagaan KPK kedepan dari adanya perpanjangan jabatan pimpinan KPK yang tercermin dari pertimbangan Mahkamah Konstitusi yang menjadi dasar pengabulan permohonan dalam putusan a quo. Sehingga ini merupakan sebuah langkah penafsiran pragmatis, dimana direpresentasikan dengan beberapa pertimbangan hukum dalam putusan a quo yang tidak mempertimbangkan dan melakukan telaah mendalam terhadap prospektif dan urgensi kelembagaan KPK.
Copyrights © 2024