Artikel ini menganalisis bagaimana media baru, khususnya platform media sosial X, berfungsi sebagai ruang emosional publik dalam merespons diskursus penyalahgunaan KIP-K (Kartu Indonesia Pintar-Kuliah) selama periode April-Mei 2024. Penyalahgunaan KIP-K, seperti penggunaan dana beasiswa untuk barang-barang mewah oleh mahasiswa yang tidak memenuhi syarat, memicu reaksi emosional yang kuat dari masyarakat, yang diungkapkan melalui media sosial. Diskusi publik ini menyoroti kelemahan dalam sistem verifikasi dan pengawasan penerima beasiswa, mengundang kritik terhadap kebijakan pemerintah dan perguruan tinggi terkait. Menggunakan metode discourse analysis dari berbagai kasus viral dan berita, penelitian ini menunjukkan bahwa media baru memperkuat pengawasan dan mendorong tindakan kolektif masyarakat sebagai reaksi dari permasalahan tersebut. Hasil penelitian ini mengungkapkan dinamika interaksi antara emosi publik, menghasilkan ruang publik emosional yang ditunjukkan dengan berbagai reaksi negatif dari masyarakat seperti memunculkan hate speech hingga doxing, serta menekankan pentingnya transparansi dan akuntabilitas program bantuan pemerintah, khususnya mengenai KIP-K.
Copyrights © 2024