Perempuan di dalam al-Qur’an sesungguhnya memiliki kedudukan yang dimuliakan. Berbagai keyakinan yang umum di masyarakat muslim meyakini perempuan dianggap memiliki kedudukan satu tingkat di bawah laki-laki. Hal ini salah satunya muncul karena konstruksi tafsir klasik yang bias gender, sehingga seringkali penafsiran tersebut mengakibatkan perempuan tidak bisa berada dalam ruang publik. Maka dari itu, seringkali perempuan termarginalkan oleh laki-laki, hak-hak kebebasan perempuan terikat oleh laki-laki. Berbeda dengan metode penafsiran klasik, seorang mufasir perempuan progresif, Amina Wadud, menggunakan metode hermeneutika dalam menafsirkan perempuan di dalam bingkai al-Qur’an. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Amina Wadud mengkritik para mufasir klasik yang menyatakan bahwa perempuan tidak sebanding dengan laki-laki. Bagi Amina Wadud, perempuan dengan laki-laki itu adalah sama. Perempuan juga bisa seperti laki-laki, dia juga bisa berada di dalam ruang publik. Sehingga, saat ini perempuan juga bisa berperan, baik itu di dalam urusan politik, masyarakat bahkan hal lainnya
Copyrights © 2024