Artikel ini membahas tentang Mistisisme dalam Falsafah Jou se ngofangare di Kesultanan Ternate. Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan. Adapun Pendekatan metodologi yang digunakan adalah pendekatan historis filsofis, dan fenomenologi, sumber data yang digunakan adalah sumber data primer dan data sekunder metode yang digunakan yaitu: Pengamatan (observasi), Wawancara (interview) yang di dalam wawancara terdapat wawancara terstuktur (struktured Interview), dan wawancara Mendalam serta Dokumentasi. Teknik analisis data adalah analisis deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, 1. Di wilayah Ternate Maluku Utara telah mengalami peradaban Tauhid sebelum kedatangan Islam. Orang Ternate telah mengetahui Tuhan dengan sebutan Jou. Tuhan sebagai Dzat tertingi Giki Amoi (Tuhan yang Satu) 2. Mistisisme yang dimiliki oleh Kesultanan Ternate suda lebih dulu sebelum kedatangan Islam. Di Ternate, dikenal dengan Jou se Ngofangare landasannya adalah Tuhan yang bersifat immateril. Padangan hidup tidak boleh dipisahkan dengan adanya mencari Tuhan dengan konsep budayanya masing-masing. Suba Jou merupakan segalah yang tidak bisa dipisahkan dari hubungan antara Tuhan dan hamba-Nya yang dilakukan sepanjang hidupnya di dunia dan diahirat. 3. Falsafah yang dianut oleh kesultanan Ternate, dijadikan sebagai pandangan hidup masyarakat dengan aturan-aturan yang ditetapkan oleh Kesultanan Ternate, disebut sebagai hukum adat. Sembilan hukum adat Kesultanan Ternate yang mengandung makna religi yaitu: Adat se Atorang, Istiadat se Kabasaran, Galib se Lakudi, Sere se Duniru, Cing se Cingare, Baso se Rasai, Cara se Ngale, Loa se Banar, Duka se Cinta, Baso se Hormat. Implikasi penelitian ini adalah, pertama peneliti, harapkan bagi masyarakat kesultanan Ternate terutama masyarakat adat, para ulama, dan para pemimpin Kesultanan Ternate agar selalu meningkatkan Falsafah dan Mistisisme dikesultanan Ternate agar selalu hidup dan berkembang sesuai dengan adat seatorang. Kedua diharapkan kepada Kesultanan Ternate terutama selaku petugas Kesultanan bobato dunia dan bobato ahirat agar hendak melakukan pelayanan kepada masyarakat hususnya masayarakat (balakusu se kano-kano). Ketiga. Diharapkan kepada pemerinta kebudayaan untuk mengintensif sosialiasi-sosaliasi tetang pencatatan budaya sampai kedesa-desa terpencil.
Copyrights © 2024