Rendahnya kompetensi relawan SSCM dalam menangani anak putus sekolah merupakan masalah yang perlu ditangani. Masalah ini disebabkan oleh kurangnya pelatihan, pengalaman, dan pemahaman relawan tentang anak putus sekolah, serta terbatasnya dukungan dan akses ke jaringan profesional. Kurangnya dukungan dana dan sumber daya yang memadai untuk pelatihan, adanya hambatan dalam kolaborasi antara SSCM dengan lembaga dan organisasi terkait, serta minimnya pengakuan dari masyarakat dan pemangku kepentingan mengenai peran penting relawan SSCM. Kurangnya informasi yang memadai mengenai kebutuhan anak putus sekolah di wilayah kerja SSCM menyulitkan perencanaan program. Oleh karena itu, diperlukan pelatihan untuk meningkatkan kompetensi guru relawan SSCM dalam menangani anak putus sekolah. Meningkatkan kompetensi guru dan menyediakan materi pembelajaran yang diperlukan bagi guru relawan SSCM. Solusi yang ditawarkan antara lain melalui pelatihan dan pendidikan secara berkala, pendampingan dan pembimbingan oleh tenaga ahli, serta penyediaan berbagai sumber daya pendukung. Penelitian ini menggunakan metode pra-eksperimental dengan desain one-group pretest-post test design untuk mengukur peningkatan kompetensi relawan SSCM di Kelurahan Blimbing, Malang, setelah pelatihan. Sampel diambil dengan menggunakan total sampling, dan pelatihan terdiri dari empat sesi utama. Pendampingan dilakukan selama empat bulan dengan evaluasi melalui pre-test, post-test, observasi, dan wawancara. Data dianalisis dengan menggunakan uji-t berpasangan, N-gain, dan ANOVA untuk menilai efektivitas program. Program pendampingan kompetensi guru sukarelawan SSCM berhasil meningkatkan pengetahuan dan keterampilan peserta, terutama dalam mengenali kebutuhan anak putus sekolah dan simulasi mengajar, meskipun peningkatan pada materi lain lebih kecil. Secara keseluruhan, program ini efektif dalam memperkuat kompetensi guru sukarelawan.
Copyrights © 2024