Artikel ini mengkaji fatwa Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) tentang transaksi emas secara elektronik dari perspektif sosiologis. Hadits-hadits Nabi yang mengatur perdagangan emas dan perak menjadi landasan fatwa DSN-MUI, yang mensyaratkan agar dilakukan secara tunai untuk menghindari transaksi riba. DSN-MUI mempertimbangkan konteks sosio-historis dan pendapat ulama klasik hingga kontemporer, yang menyatakan dahulu uang dapat dibuat dengan emas dan perak. Saat ini, perak dan emas dianggap sebagai komoditas, bukan alat pembayaran sah. Oleh karenanya, sepanjang emas belum menjadi alat tukar resmi, DSN-MUI berkesimpulan bahwa transaksi emas nontunai dapat diterima. Fatwa ini berlandaskan pada pemikiran hukum ushul dan fikih yang berlaku, serta ada atau tidaknya 'illat dan adat istiadat masyarakat, semuanya berperan dalam penerapan hukum tersebut.
Copyrights © 2024