Sari Pediatri
Vol 6, No 4 (2005)

Skrining Gangguan Pendengaran pada Neonatus Risiko Tinggi

Lily Rundjan (PPDS Ilmu Kesehatan Anak FKUI, Jakarta)
Idham Amir, (Divisi Perinatologi. Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM.)
Ronny Suwento (Departemen THT FKUI-RSCM)
Irawan Mangunatmadja (Divisi Perinatologi. Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM.)



Article Info

Publish Date
05 Dec 2016

Abstract

Gangguan pendengaran pada masa bayi akan menyebabkan gangguan wicara, berbahasa,kognitif, masalah sosial, dan emosional. Identifikasi gangguan pendengaran secara dinidan intervensi yang sesuai sebelum usia 6 bulan terbukti dapat mencegah segalakonsekuensi tersebut. The Joint Committee on Infant Hearing tahun 1994merekomendasikan skrining pendengaran neonatus harus dilakukan sebelum usia 3 bulandan intervensi telah diberikan sebelum usia 6 bulan. Otoacoustic emissions (OAE) dan/atau automated auditory brainstem response (AABR) direkomendasikan sebagai metodeskrining pendengaran pada neonatus. Pemeriksaan ABR telah dikenal luas untuk menilaifungsi nervus auditorius, batang otak, dan korteks pendengaran. Pemeriksaan OAEsebagai penemuan baru dilaporkan dapat menilai fungsi koklea, bersifat non invasif,mudah dan cepat mengerjakannya, serta tidak mahal.

Copyrights © 2005