Alokasi mandatory spending anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari APBN menjadi topik yang hangat untuk diperdebatkan baik dari sisi kualitas maupun kuantitas. Beberapa putusan Mahkamah Konstitusi telah mencoba memberikan interpretasi atas makna mandatory spending anggaran pendidikan. Belajar dari pengalaman pandemi dan pertimbangan keberlanjutan fiskal di masa yang akan datang, diperlukan kajian lebih lanjut dan mendalam terhadap basis perhitungan mandatory spending anggaran pendidikan di Indonesia, baik di masa normal maupun darurat. Penelitian ini menggunakan metode preskriptif analisis untuk memberikan rekomendasi dan alternatif solusi dalam mereformulasi basis perhitungan mandatory spending anggaran pendidikan. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang berasal dari Konstitusi UUD 1945, RUU APBN TA 2025 beserta Nota Keuangannya, postur APBN, bahan tayangan/press release resmi dari Kementerian Keuangan/pihak terkait lainnya yang relevan dengan penelitian, data sekunder yang bersumber dari buku, jurnal, surat kabar harian, majalah, media online, kamus, dan lain sebagainya, serta perbandingan dengan best practice negara lain. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat dua alternatif yang dapat dijadikan dasar redefinisi perhitungan anggaran pendidikan dalam APBN, yakni, pertama, berbasis belanja operasional, dan kedua, basis produk domestik (PDB) bruto. Basis belanja operasional dapat digunakan untuk mengupayakan efisiensi pada belanja operasional dengan tetap menjaga sarana dan prasarana pendidikan. Sementara basis PDB menawarkan kepastian dan harmonisasi dalam masa darurat. Kedua alternatif ini dapat menjadi pelengkap dalam menghadirkan belanja yang berkualitas dalam anggaran pendidikan dengan tetap menjaga keberlanjutan fiskal.
Copyrights © 2024