Penelitian ini mengeksplorasi peran media sosial dalam memperkuat atau melemahkan eco-anxiety pada dewasa awal (usia 18–30 tahun). Dengan pendekatan kualitatif, data dikumpulkan melalui wawancara semi-terstruktur terhadap 65 partisipan yang aktif menggunakan media sosial dan memiliki kesadaran terhadap isu lingkungan. Analisis dilakukan berdasarkan empat dimensi eco-anxiety: gejala afektif, ruminasi, gejala perilaku, dan kekhawatiran terhadap dampak pribadi.Hasil penelitian menunjukkan bahwa media sosial memiliki peran ambivalen terhadap eco-anxiety. Di satu sisi, paparan konten negatif, seperti kerusakan lingkungan atau bencana alam, memicu gejala afektif (kesedihan, kemarahan, putus asa) dan ruminasi, yaitu siklus pemikiran berulang tentang skenario buruk tanpa solusi konstruktif. Di sisi lain, media sosial juga dapat mendorong perilaku pro- lingkungan, seperti pengurangan limbah plastik, keterlibatan dalam komunitas lingkungan, dan penyebaran informasi positif. Kekhawatiran terhadap dampak pribadi, seperti kualitas udara dan ketersediaan air bersih, semakin memengaruhi persepsi risiko individu.Temuan ini menekankan pentingnya pendekatan bijak dalam mengonsumsi informasi di media sosial untuk meminimalkan dampak negatif terhadap kesehatan mental. Penelitian ini memberikan kontribusi bagi pengembangan strategi intervensi yang memanfaatkan media sosial sebagai alat untuk meningkatkan kesadaran lingkungan sekaligus mengelola eco-anxiety secara efektif. Penelitian lanjutan dengan sampel lebih besar diperlukan untuk memperkuat hasil ini dan menciptakan intervensi yang lebih terarah.
                        
                        
                        
                        
                            
                                Copyrights © 2024