Konstitusi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (UUD NRI 1945) pasal 33 adalah sakti agraria, pertambangan, penanaman modal asing, kehutanan, penataan ruang dan aturan terkait lainnya. Keadaan tanah adat Papua tidak ada ruang dan tempat dalam hukum Indonesia, pembagian sertifikat tanah masal bukan solusi tetapi masalah terbaru dan terpusat yang dapat sertainya. Materi diskusi “hukum negara tentang pelindungan tanah” menjadi perhatian, namun peserta musyawara pastoral mee tidak mendapat penjelasan tentang tanah adat, tanah sertifikat dan tanah negara dari badan yang ada kaitan di Meuwodide. Tema muspas Aniya Yimu Beu Makida Koda Yoko Mei, artinya Kembali ke Tanah Kudusku…!? Kepemilikan tanah adat komunal itu sakral tetapi hukum negara mengatur menjadi tanah negara, tanah sertifikat milik pribadi. Hal berbeda dan kadang muncul masalah sejak dalam hukum Indonesia tidak melihat tanah hak milik adat komunal, tanah pusaka menurut marga, fam, klan. Negara-bangsa mesti memahami tanah adat Papua tanpa paham tanah negara dan sertifikat tetapi memahami keadaan partisipasi manusia pemilik tanah ulayat dalam karya penyelamatan Allah. Tanah bagi manusia asli Papua adalah mama atau ibu yang membesarkannya tidak semudah memiliki kertas sertifikat menurut program nasional (pronas) yang peruntukan kepada pribadi, pemerintah mesti berpikir solusi pendekatan antropologis, sosiologis dan yuridis atas kepemilikan tanah adat komunal menurut kearifan hukum adat setempat dan hukum negara tentang perlindungan tanah dengan memperhatikan tradisi yang turun-temurun.
Copyrights © 2024