Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penyelesaian sengketa terkait penjualan tanah warisan tanpa persetujuan seluruh ahli waris di Kecamatan Siantar Barat, dan menaganalisis kendala dan upaya yang dapat ditempuh pembeli dalam kasus semacam ini. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, sengketa tanah dapat diselesaikan melalui litigasi (peradilan) maupun non-litigasi (di luar pengadilan). Sengketa warisan kerap terjadi di kalangan ahli waris karena menyangkut kepemilikan harta yang bernilai tinggi. Apabila tidak dikelola dengan baik, situasi ini sering kali berujung pada perselisihan berkepanjangan. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis empiris, dengan pendekatan kepustakaan untuk memperoleh data sekunder dan penelitian lapangan guna mendapatkan data primer. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sengketa antar ahli waris umumnya diselesaikan melalui mediasi yang difasilitasi oleh Kepala Desa atau Lurah. Proses ini menghasilkan surat perdamaian tertulis yang ditandatangani oleh pihak-pihak yang bersengketa, disaksikan oleh tokoh masyarakat serta keluarga masing-masing, atau dengan pemberian ganti rugi kepada pihak yang dirugikan. Kendala yang dihadapi pembeli dalam transaksi tanah warisan tanpa persetujuan seluruh ahli waris meliputi ketidakabsahan transaksi yang dapat menyebabkan pembatalan, potensi gugatan dari ahli waris lain, serta risiko kehilangan hak kepemilikan tanah. Upaya bagi pemebeli yaitu, dianjurkan mengambil langkah preventif dengan memastikan validitas transaksi, mengonfirmasi hak penuh penjual atas tanah, serta melakukan negosiasi dengan seluruh ahli waris demi tercapainya kesepakatan bersama.
                        
                        
                        
                        
                            
                                Copyrights © 2024