Semenjak suksesnya penerbangan ke ruang angkasa pertama oleh Rusia pada Tahun 1957 dan didukung dengan semakin berkembangnya teknologi terutama di bidang keanatriksaan, hal tersebut memberikan stimulus terhadap pembentukan pengaturan mengenai pemanfaatan ruang angkasa secara internasional. Space Treaty 1967 mengatur seluruh negara atas seluruh kegiatan pemanfaatan ruang angkasa negara dan tanggung jawabnya. Tidak diaturnya secara jelas untuk keterlibatan pihak swasta dalam melakukan pemanfaatan ruang angkasa pada Space Treaty 1967 menimbulkan banyaknya perdebatan mengenai status hukumnya kegiatan yang dilakukan oleh pihak swasta yang bersifat komersial di ruang angkasa. Penulis menggunakan tiga bentuk pendekatan yakni pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan kasus (case approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Data diperoleh dari data sekunder yang dikumpulkan melalui studi kepustakaan (library research) atau studi dokumen (documentary study) dalam bentuk bahan hukum primer, bahan hukum sekunder yang dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Space Treaty 1967 telah mengatur prinsip-prinsip eksplorasi ruang angkasa beserta tanggung jawab yang harus diemban oleh para pihak yang melakukan eksplorasi. Pengaturan mengenai tanggung jawab selanjutnya diatur dengan Liability Convention 1972 yang mengatur lebih detail mengenai mekanisme dan bentuk tanggung jawab dari kerugian yang timbul dari kegiatan di ruang angkasa. Demikian juga pada hukum nasional Indonesia yang mengabungkan prinsip dari kedua konvensi di atas ke dalam satu pengaturan yakni Undang-Undang Keantariksaan. Penelitian ini menyimpulkan bahwa diperlukan harmonisasi hukum internasional serta pembentukan mekanisme tanggung jawab yang lebih jelas untuk mengatur aktivitas komersial ruang angkasa oleh pihak swasta khususnya yang bertujuan untuk tujuan komersial.
Copyrights © 2025