DKI Jakarta masuk dalam 10 besar Provinsi dengan tingkat prevalensi hipertensi tertinggi di Indonesia. Tinggi nya prevalensi penyakit hipertensi diiringi dengan meningkatnya ketidak terkendalian hipertensi. Obat sebagai salah satu komponen dalam pelayanan kesehatan memiliki fungsi sosial. Permasalahan terkait akses obat adalah belum optimalnya pengelolaan obat pada fasilitas kesehatan , yang ditandai dengan tingkat ketersediaan obat yang masih rendah. Ketidaktersediaan obat dapat memperburuk kesehatan pasien, membuat rancu pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan dan menyebabkan pemindahan pasien ke fasilitas kesehatan lain. Tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui hubungan antara ketersediaan obat hipertensi terhadap rujukan pasien hipertensi ringan dan sedang di Puskesmas Kecamatan Provinsi DKI Jakarta tahun 2019. Penelitian dilakukan selama 3 bulan, dari Oktober sampai Desember 2020, menggunakan desain penelitian deskriptif kuantitatif melalui pengambilan data kuantitatif dan kualitatif, dengan lokasi penelitian di 20 puskesmas. Data kuantitatif dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer berupa data ketersediaan obat, data kunjungan hipertensi, data rujukan hipertensi. Data sekunder berupa hasil wawancara mendalam. Sampel penelitian adalah 20 Puskesmas Kecamatan dengan pembagian dari masing masing wilayah kota administrasi sebanyak 4 Puskesmas Kecamatan, Hasil Penelitian menunjukan pada tahun 2019 sebanyak 10 Puskesmas memiliki ketersediaan obat hipertensi ≥1 bulan (kriteria “amanâ€Â), 8 Puskesmas memiliki ketersediaan obat ≤0,5 - <1 bulan (kriteria “kurang amanâ€Â), dan 2 Puskesmas memiliki ketersediaan < 0,5 bulan (kriteria “bahayaâ€Â, dimana pada puskesmas dengan kriteria “aman†memiliki persentase rujukan rata-rata sebesar 6,03%, sedangkan puskesmas dengan kriteria “kurang aman†memiliki persentase rujukan rata -rata sebesar 8,68%, dan puskesmas dengan kriteria “bahaya†memiliki persentase rujukan rata-rata sebesar 12,06 %. Puskesmas Taman Sari dengan kriteria ketersediaan obat “kurang aman†pada amlodipin 10 mg berdampak meningkatkan rujukan hipertensi sebesar 0,49 %-0,69% dari rata- rata rujukan perbulan sebesar 0,88 %, dan peningkatan kunjungan hipertensi sebesar 0,66 % - 5,22% dari rata-rata kunjungan perbulan sebesar 12,05%. Puskesmas Makasar dengan kriteria ketersediaan obat “bahaya†pada amlodipin 10 mg berdampak meningkatkan rujukan hipertensi sebesar 0,8% dari rata- rata rujukan perbulan sebesar 1,05 %, dan peningkatan kunjungan hipertensi sebesar 6,83 % dari rata-rata kunjungan perbulan sebesar 28,38 % . Penelitian ini menyimpulkan bahwa ketidaktersediaan obat hipertensi di Puskesmas Kecamatan Provinsi DKI Jakarta masih terjadi dengan hambatan terbesar disebabkan ketidak mampuan suplai oleh penyedia, berdampak pada ketidaktersediaan obat dan meningkatkan persentase rujukan dan kunjungan hipertensi
Copyrights © 2022