Fenomena tradisi ruwat sukerta dimaknai sebagai tradisi yang harus dilaksanakan dalam serangkaian prosesi perkawinan adat Jawa. Uniknya, tradisi ruwat sukerta dikenal oleh masyarakat Desa Sampangagung sebagai konsep resiliensi keluarga. Artikel ini memiliki tujuan untuk menjelaskan tradisi ruwat sukerta beserta analisis mengenai tradisi ruwat sukerta sebagai upaya membangun resiliensi keluarga Islam di Desa Sampangagung. Melalui pendekatan studi kasus dengan metode deskriptif kualitatif peneliti menggunakan teknik pengumpulan data yaitu obesrvasi dan wawancara di lapangan secara langsung. Hasil temuan penelitian ini menunjukkan bahwa tradisi ruwat sukerta dalam perkawinan adat Jawa di Desa Sampangagung merupakan bentuk aktualisasi dari makna walimatul ursy secara kultural di Desa Sampangagung. Tradisi ruwat sukerta dalam perkawinan adat Jawa di Desa Sampangagung secara substantif memiliki sinergisitas dengan lima komponen resiliensi keluarga, dengan mengacu kepada wacana Zainab Alwani melalui integrasi antara dimensi-dimensi resiliensi keluarga versus ilmu sosial dengan maqashid hukum keluarga. Abstract The phenomenon of the ruwat sukerta tradition is interpreted as a tradition that must be carried out in a series of Javanese traditional marriage processions. Uniquely, the ruwat sukerta tradition is known by the people of Sampangagung Village as a concept of family resilience. This article aims to explain the ruwat sukerta tradition along with an analysis of the ruwat sukerta tradition as an effort to build Islamic family resilience in Sampangagung Village. Through a case study approach with a qualitative descriptive method, the researcher used data collection techniques, namely direct observation and interviews in the field. The findings of this study indicate that the ruwat sukerta tradition in Javanese traditional marriages in Sampangagung Village is a form of actualization of the meaning of walimatul ursy culturally in Sampangagung Village. The ruwat sukerta tradition in Javanese traditional marriages in Sampangagung Village substantively has synergy with the five components of family resilience, referring to Zainab Alwani's discourse through the integration of the dimensions of family resilience versus social science with the maqashid of family law.
Copyrights © 2024