cover
Contact Name
Hoirul Anam
Contact Email
hoirulanama96@gmail.com
Phone
+6287848003826
Journal Mail Official
hoirulanama96@gmail.com
Editorial Address
Jl. Dusun Kamal, RT.65/RW.29, Kamal, Karangsari, Kec. Pengasih, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta 55674
Location
Kab. kulon progo,
Daerah istimewa yogyakarta
INDONESIA
Al-Istinbath : Jurnal Ilmu Hukum dan Hukum Keluarga Islam
ISSN : -     EISSN : 30891841     DOI : -
Core Subject : Religion, Social,
Al-Istinbath: Journal of Islamic Law and Family Law is a publication of articles resulting from original empirical research and theoretical studies of the Journal of Islamic Communication and Broadcasting covering various issues of the Journal of Islamic Communication and Broadcasting in a number of fields such as 1. Journal of Family Law 2. Islamic Courtscovers textual 3. fieldwork with various perspectives of Islamic Family Law 4. Islam and gender discourse 5. legal drafting of Islamic civil law 6. Islah (mediation and alternative dispute resolution).
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 30 Documents
Muamalah Khiyar, Hak Opsi Dalam Fikih Islam Rima Pramita; 2Nikita Priya Izzatulhikmah; Alya Putri Rahmasari
Al-Istinbath : Jurnal Ilmu Hukum dan Hukum Keluarga Islam Vol. 1 No. 1 (2024): Ilmu Hukum dan Hukum Keluarga Islam
Publisher : Al-Istinbath : Jurnal Ilmu Hukum dan Hukum Keluarga Islam

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.71242/1tr7bw16

Abstract

Dalam sistem ekonomi Islam, prinsip-prinsip muamalah memiliki peranan yang sangat penting untuk memastikan bahwa setiap transaksi dilakukan dengan adil dan sesuai dengan syariat. Salah satu konsep kunci dalam muamalah adalah khiyar, yang dikenal sebagai hak opsi atau hak untuk memilih. Konsep ini memberikan fleksibilitas kepada pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi, sehingga mereka memiliki waktu dan kesempatan untuk mempertimbangkan dan memutuskan apakah akan melanjutkan atau membatalkan transaksi tersebut, maka dari itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul muamalah khiyar, hak opsi dalam fikih Islam. Tujuan dari penelitian ini tidak lain, ingin mengetahui pada muamalah khiyar, hak opsi dalam fikih islam. Metode yang digunakan dalam penelitian ini, adalah library riset atau kajian pustaka. Hasil dari penelitian ini menujukkan, bahwa muamalah khiyar tidak hanya menjadi bagian integral dalam sistem ekonomi Islam yang adil, tetapi juga merupakan implementasi dari nilai-nilai moral dan etika Islam dalam konteks perdagangan dan bisnis.
Transformasi Hukum Keluarga Islam Di Era Digital: Analisis Sosiologi Hukum Terhadap Regulasi Perkawinan dan Perceraian Di Indonesia Muhammad Ridwan
Al-Istinbath : Jurnal Ilmu Hukum dan Hukum Keluarga Islam Vol. 1 No. 1 (2024): Ilmu Hukum dan Hukum Keluarga Islam
Publisher : Al-Istinbath : Jurnal Ilmu Hukum dan Hukum Keluarga Islam

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.71242/akcp9f65

Abstract

Transformasi hukum keluarga Islam di era digital telah memengaruhi regulasi perkawinan dan perceraian di Indonesia. Melalui analisis sosiologi hukum dan hukum positif, penelitian ini mengkaji bagaimana perkembangan teknologi mempengaruhi pemahaman dan pelaksanaan hukum. Era digital telah meningkatkan aksesibilitas informasi hukum, mempermudah prosedur hukum, dan mengubah dinamika sosial dalam praktik perkawinan dan perceraian. Temuan penelitian ini menunjukkan perlunya adaptasi regulasi untuk menjawab tantangan era digital, sambil tetap mempertahankan prinsip-prinsip dasar hukum Islam dan hukum positif. Pembaruan kebijakan dianggap penting untuk memenuhi kebutuhan masyarakat modern dan memastikan keadilan dalam proses hukum keluarga. Abstract The transformation of Islamic family law in the digital era has affected marriage and divorce regulations in Indonesia. Through the analysis of the sociology of law and positive law, this study examines how technological developments affect the understanding and implementation of law. The digital era has increased the accessibility of legal information, simplified legal procedures, and changed social dynamics in the practice of marriage and divorce. The findings of this study show the need for regulatory adaptation to answer the challenges of the digital era, while still maintaining the basic principles of Islamic law and positive law. Policy reform is considered essential to meet the needs of modern society and ensure fairness in the family legal process.
Tradisi Ruwat Sukerta Dalam Perkawinan Adat Jawa Sebagai Upaya Membangun Resiliensi Keluarga Islam Di Desa Sampangagung Kecamatan Kutorejo Kabupaten Mojokerto Vierda Anggraini Wandoyo
Al-Istinbath : Jurnal Ilmu Hukum dan Hukum Keluarga Islam Vol. 1 No. 1 (2024): Ilmu Hukum dan Hukum Keluarga Islam
Publisher : Al-Istinbath : Jurnal Ilmu Hukum dan Hukum Keluarga Islam

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.71242/k6ag3w08

Abstract

Fenomena tradisi ruwat sukerta dimaknai sebagai tradisi yang harus dilaksanakan dalam serangkaian prosesi perkawinan adat Jawa. Uniknya, tradisi ruwat sukerta dikenal oleh masyarakat Desa Sampangagung sebagai konsep resiliensi keluarga. Artikel ini memiliki tujuan untuk menjelaskan tradisi ruwat sukerta beserta analisis mengenai tradisi ruwat sukerta sebagai upaya membangun resiliensi keluarga Islam di Desa Sampangagung. Melalui pendekatan studi kasus dengan metode deskriptif kualitatif peneliti menggunakan teknik pengumpulan data yaitu obesrvasi dan wawancara di lapangan secara langsung. Hasil temuan penelitian ini menunjukkan bahwa tradisi ruwat sukerta dalam perkawinan adat Jawa di Desa Sampangagung merupakan bentuk aktualisasi dari makna walimatul ursy secara kultural di Desa Sampangagung. Tradisi ruwat sukerta dalam perkawinan adat Jawa di Desa Sampangagung secara substantif memiliki sinergisitas dengan lima komponen resiliensi keluarga, dengan mengacu kepada wacana Zainab Alwani melalui integrasi antara dimensi-dimensi resiliensi keluarga versus ilmu sosial dengan maqashid hukum keluarga. Abstract The phenomenon of the ruwat sukerta tradition is interpreted as a tradition that must be carried out in a series of Javanese traditional marriage processions. Uniquely, the ruwat sukerta tradition is known by the people of Sampangagung Village as a concept of family resilience. This article aims to explain the ruwat sukerta tradition along with an analysis of the ruwat sukerta tradition as an effort to build Islamic family resilience in Sampangagung Village. Through a case study approach with a qualitative descriptive method, the researcher used data collection techniques, namely direct observation and interviews in the field. The findings of this study indicate that the ruwat sukerta tradition in Javanese traditional marriages in Sampangagung Village is a form of actualization of the meaning of walimatul ursy culturally in Sampangagung Village. The ruwat sukerta tradition in Javanese traditional marriages in Sampangagung Village substantively has synergy with the five components of family resilience, referring to Zainab Alwani's discourse through the integration of the dimensions of family resilience versus social science with the maqashid of family law.
Upaya Pasangan Mualaf Dalam Mewujudkan Keluarga Sakinah Perspektif Syekh Nawawi Dalam Kitab ‘Uqud Al-Lujjayn Di Kampung Gelgel Kecamatan Klungkung Kabupaten Klungkung Ika Nuraini
Al-Istinbath : Jurnal Ilmu Hukum dan Hukum Keluarga Islam Vol. 1 No. 1 (2024): Ilmu Hukum dan Hukum Keluarga Islam
Publisher : Al-Istinbath : Jurnal Ilmu Hukum dan Hukum Keluarga Islam

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.71242/xvpgvk98

Abstract

Keluarga sakinah merupakan impian bagi setiap pasangan yang telah menikah, sebab akan mendatangkan rasa tentram, aman dan nyaman dalam keluarga. Mewujudkan keluarga sakinah sangatlah sulit khususnya pada pasangan mualaf yang memiliki latar belakang keyakinan dan aturan yang berbeda dalam agama sebelumnya. Meningkatnya jumlah pasangan mualaf di Kampung Gelgel, Kecamatan Klungkung, Kabupaten Klungkung menjadi fenomena yang melatar belakangi penelitian ini khususnya pada upaya mereka dalam mewujudkan keluarga sakinah. Penelitian ini berfokus pada bagaimana upaya pasangan mualaf dalam mewujudkan keluarga sakinah di Kampung Gelgel, Kecamatan Klungkung, Kabupaten Klungkung dan bagaimana pandangan Syekh Nawawi dalam kitab uqu>d al-lujjayn mengenai upaya tersebut. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan jenis penelitian studi kasus yang dilakukan dengan teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara dan dokumentasi secara langsung di lapangan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa upaya pasangan mualaf dalam mewujudkan keluarga sakinah di Kampung Gelgel, Kecamatan Klungkung, Kabupaten Klungkung dilakukan dengan cara: 1) Saling pengertian antara suami istri. 2) Menjaga komunikasi. 3) Menyelesaikan konflik secara kekeluargaan. 4) Bekerja sama dalam melaksanakan tugas dan 5) Menikmati hidup yang dijalani. Adapun pandangan Syekh Nawawi terhadap upaya pasangan mualaf tersebut telah sesuai dengan konsep pemenuhan hak dan kewajiban suami istri dalam rumah tangga seperti yang terdapat dalam kitab uqu>d al-lujjayn. Abstract A sakinah family is a dream for every married couple, because it will bring a sense of peace, security and comfort in the family. Realizing a sakinah family is very difficult, especially for convert couples who have a different background of beliefs and rules in the previous religion. The increasing number of convert couples in Gelgel Village, Klungkung District, Klungkung Regency is the phenomenon behind this research, especially on their efforts in realizing a sakinah family. This research focuses on how the efforts of convert couples in realizing a sakinah family in Gelgel Village, Klungkung District, Klungkung Regency and how Sheikh Nawawi’s view in the book of uqud al-lujjayn regarding these efforts. This research uses descriptive qualitative method with the type of case study research conducted with data collection techniques through observation, interviews and documentation directly in the field. The results of this study indicate that the efforts of convert couples in realizing a sakinah family in Gelgel Village, Klungkung District, Klungkung Regency are carried out by: 1) Mutual understanding between husband and wife. 2) Maintaining communication. 3) Resolving conflicts within the family. 4) Cooperate in carrying out tasks and 5) Enjoy the life that is lived. Sheikh Nawawi’s view of the efforts of the convert couple is in accordance with the concept of fulfilling the rights and obligations of husband and wife in the household as contained in the book of uqud al-lujjayn.
PERCERAIAN AKIBAT NIKAH PAKSA PERSPEKTIF FIKIH EMANSIPATORIS KH. HUSEIN MUHAMMAD (Studi Putusan Hakim Pengadilan Agama Pasuruan Nomor 1287/Pdt.G/2020/PA.Pas) Wildan Ainul Yaqin
Al-Istinbath : Jurnal Ilmu Hukum dan Hukum Keluarga Islam Vol. 1 No. 1 (2024): Ilmu Hukum dan Hukum Keluarga Islam
Publisher : Al-Istinbath : Jurnal Ilmu Hukum dan Hukum Keluarga Islam

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.71242/hn3dgn62

Abstract

Sebagaimana penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui; 1) Bagaimana Perceraian Akibat Nikah Paksa dalam Putusan Hakim Pengadilan Agama Pasuruan Nomor 1287/Pdt.G/2020/PA.Pas. 2) Guna mengetahui Perspektif Fikih Emansipatoris Husein Muhammad terhadap Putusan Hakim Pengadilan Agama Pasuruan Nomor 1287/Pdt.G/2020/PA.Pas. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian Kualitatif dengan pendekatan Kepustakaan (library research). Teknik pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini adalah dengan cara mengumpulkan data, berusaha membaca, menelaah, mencatat dan membuat ulasan dari dokumen kepustakaan yang berkaitan dengan perceraian dan nikah paksa. Dari penelitian yang telah dilakukan maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut: Bahwasannya seorang perempuan memiliki hak untuk memilih pasangan. Jika seorang wali mendalilkan ijbār sebagai hak untuk memaksakan seorang anak untuk menikah dengan yang bukan pilihan anaknya, maka itu bukan masuk pada kategori “ijbār”, namun perlakuan tersebut, dalam pemikiran Husein Muhammad, masuk pada kategori “ikrāh”. Apabila ditemukan sebuah kasus di mana seorang perempuan mengalami pemaksaan di dalam melangsungkan suatu pernikahan, apalagi disertai dampak-dampak negatif seperti terjadinya sebuah perselisihan dan pertengkaran hingga pula tidak mendapatkan hak nafkah, dalam kasus tersebut pernikahannya harus segera dibatalkan melalui sebuah perceraian. Dalam pertimbangan yang dilakukan oleh Hakim tentunya Hakim menggunakan kaidah fiqih yaitu: jika ada beberapa kemaslahatan berbenturan, maka maslahat yang lebih besar (lebih tinggi) harus didahulukan. Dan jika ada beberapa mafsadah (bahaya, kerusakan) bertabrakan, maka yang dipilih adalah mafsadah yang paling ringan. Maka pertimbangan Hakim telah memenuhi kesesuaian dengan pemikiran Husein Muhammad, karena Hakim berupaya meminimalisir adanya kerusakan berkelanjutan yang ada di dalam pernikahan sehingga pernikahan tersebut dibatalkan. Abstract This research aims to determine: 1) How the divorce due to forced marriage is addressed in the Verdict of the Religious Court of Pasuruan Number 1287/Pdt.G/2020/PA.Pas, and 2) To understand Husein Muhammad's Emancipatory Fiqh perspective on the Verdict of the Religious Court of Pasuruan Number 1287/Pdt.G/2020/PA.Pas. The method used in this research is Qualitative research with a Library Research approach. The data collection technique used is by gathering data, reading, studying, taking notes, and providing reviews of literature documents related to divorce and forced marriage. From the conducted research, the following conclusions can be drawn: It is stated that a woman has the right to choose her partner. If a guardian (wali) argues that " ijbār" gives them the right to force a child to marry someone who is not the child's choice, then it does not fall under the category of " ijbār ". Instead, according to Husein Muhammad's thoughts, such an action falls under the category of "ikrāh" (coercion). If a case is found where a woman is subjected to coercion in getting married, especially accompanied by negative impacts such as conflicts and disputes and being denied the right to maintenance (nafkah), in that case, the marriage must be immediately annulled through a divorce. In the consideration made by the judge, they naturally use the legal maxims of Islamic jurisprudence (fiqih), which state that if multiple benefits (maslahat) collide, the greater (higher) benefit should take precedence. And if multiple harms (mafsadah) collide, the lighter harm should be chosen. Therefore, the judge's consideration is in line with Husein Muhammad's thoughts because the judge seeks to minimize the ongoing harm within the marriage, leading to the cancellation of the marriage.
PERCERAIAN AKIBAT NIKAH PAKSA PERSPEKTIF FIKIH EMANSIPATORIS KH. HUSEIN MUHAMMAD (Studi Putusan Hakim Pengadilan Agama Pasuruan Nomor 1287/Pdt.G/2020/PA.Pas) Siti Khoirotun Niswah
Al-Istinbath : Jurnal Ilmu Hukum dan Hukum Keluarga Islam Vol. 1 No. 3 (2024): Ilmu Hukum dan Hukum Keluarga Islam
Publisher : Al-Istinbath : Jurnal Ilmu Hukum dan Hukum Keluarga Islam

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.71242/cnpfap46

Abstract

Sebagaimana penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui; 1) Bagaimana Perceraian Akibat Nikah Paksa dalam Putusan Hakim Pengadilan Agama Pasuruan Nomor 1287/Pdt.G/2020/PA.Pas. 2) Guna mengetahui Perspektif Fikih Emansipatoris Husein Muhammad terhadap Putusan Hakim Pengadilan Agama Pasuruan Nomor 1287/Pdt.G/2020/PA.Pas. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian Kualitatif dengan pendekatan Kepustakaan (library research). Teknik pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini adalah dengan cara mengumpulkan data, berusaha membaca, menelaah, mencatat dan membuat ulasan dari dokumen kepustakaan yang berkaitan dengan perceraian dan nikah paksa. Dari penelitian yang telah dilakukan maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut: Bahwasannya seorang perempuan memiliki hak untuk memilih pasangan. Jika seorang wali mendalilkan ijbār sebagai hak untuk memaksakan seorang anak untuk menikah dengan yang bukan pilihan anaknya, maka itu bukan masuk pada kategori “ijbār”, namun perlakuan tersebut, dalam pemikiran Husein Muhammad, masuk pada kategori “ikrāh”. Apabila ditemukan sebuah kasus di mana seorang perempuan mengalami pemaksaan di dalam melangsungkan suatu pernikahan, apalagi disertai dampak-dampak negatif seperti terjadinya sebuah perselisihan dan pertengkaran hingga pula tidak mendapatkan hak nafkah, dalam kasus tersebut pernikahannya harus segera dibatalkan melalui sebuah perceraian. Dalam pertimbangan yang dilakukan oleh Hakim tentunya Hakim menggunakan kaidah fiqih yaitu: jika ada beberapa kemaslahatan berbenturan, maka maslahat yang lebih besar (lebih tinggi) harus didahulukan. Dan jika ada beberapa mafsadah (bahaya, kerusakan) bertabrakan, maka yang dipilih adalah mafsadah yang paling ringan. Maka pertimbangan Hakim telah memenuhi kesesuaian dengan pemikiran Husein Muhammad, karena Hakim berupaya meminimalisir adanya kerusakan berkelanjutan yang ada di dalam pernikahan sehingga pernikahan tersebut dibatalkan. Abstract This research aims to determine: 1) How the divorce due to forced marriage is addressed in the Verdict of the Religious Court of Pasuruan Number 1287/Pdt.G/2020/PA.Pas, and 2) To understand Husein Muhammad's Emancipatory Fiqh perspective on the Verdict of the Religious Court of Pasuruan Number 1287/Pdt.G/2020/PA.Pas. The method used in this research is Qualitative research with a Library Research approach. The data collection technique used is by gathering data, reading, studying, taking notes, and providing reviews of literature documents related to divorce and forced marriage. From the conducted research, the following conclusions can be drawn: It is stated that a woman has the right to choose her partner. If a guardian (wali) argues that " ijbār" gives them the right to force a child to marry someone who is not the child's choice, then it does not fall under the category of " ijbār ". Instead, according to Husein Muhammad's thoughts, such an action falls under the category of "ikrāh" (coercion). If a case is found where a woman is subjected to coercion in getting married, especially accompanied by negative impacts such as conflicts and disputes and being denied the right to maintenance (nafkah), in that case, the marriage must be immediately annulled through a divorce. In the consideration made by the judge, they naturally use the legal maxims of Islamic jurisprudence (fiqih), which state that if multiple benefits (maslahat) collide, the greater (higher) benefit should take precedence. And if multiple harms (mafsadah) collide, the lighter harm should be chosen. Therefore, the judge's consideration is in line with Husein Muhammad's thoughts because the judge seeks to minimize the ongoing harm within the marriage, leading to the cancellation of the marriage.
Penentuan Nafkah Iddah Dan Mut’ah Berdasarkan Mediasi Di Pengadilan Agama Pasuruan Ihsan; Muhammad Romli
Al-Istinbath : Jurnal Ilmu Hukum dan Hukum Keluarga Islam Vol. 1 No. 2 (2024): Ilmu Hukum dan Hukum Keluarga Islam
Publisher : Al-Istinbath : Jurnal Ilmu Hukum dan Hukum Keluarga Islam

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.71242/wgtpaj05

Abstract

Penentuan nafkah iddah dan mut’ah pasca perceraian adalah keharusan yang dipenuhi oleh suami kepada mantan istrinya, salah satu adalah keharusan pemenuhan nafkah iddah dan mut’ah untuk diberikan. Meskipun istri tidak memintanya, mediator sekalu orang yang ketiga memberikan suatu hak-hak yang didapatkan oleh istri yakni suami mengharuskan memberi nafkah. Karena keharusan untuk pemberian nafkah tersebut yang berkaitan dengan hak-hak mantan istri yang diceraikan suami. Pada penlitian ini juga akan membahas penentuan nafkah iddah dan mut’ah berdasarkan mediasi yang ditinjau dari Kompilasi Hukum Islam. Penelitian yang penulis lakukan ini termasuk penelitian pustaka (library research) adapun penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis kualitatif dengan pendekatan yuridis normatif dengan cara melakukan dan memahami yang mana sumber datanya isi putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap, Kompilasi hukum Islam serta artikel, buku dan skripsi yang mendukung untuk penelitian ini. Penelitian ini menunjukkan bahwa dalam penentuan nafkah iddah dan mut’ah berdasarkan mediasi pada pengadilan Agama Pasuruan. Mediator tidak serta merta langsung menetapkan jumlah nominalnya atas kehendak tuntutan balik istri (gugatan rekonvensi) melainkan atas kesepakatan demi terciptanya keadilan kedua belah pihak melalui mediasi yang didampingi hakim mediator (non) dan hanya sebatas orang ketiga dalam penentuan nafkah iddah dan mut’ah suami istri. Abstract Determination of iddah and mut'ah maintenance after divorce is a must that must be fulfilled by the husband to his former wife, one of which is the obligation to fulfill iddah and mut'ah maintenance to be given. Even though the wife does not ask for it, the mediator as the third person provides a right obtained by the wife, namely the husband requires to provide maintenance. Because the obligation to provide maintenance is related to the rights of ex-wives who are divorced by their husbands. This research will also discuss the determination of iddah and mut'ah maintenance based on mediation in terms of the Compilation of Islamic Law.The research that the author conducted is included in library research, while this research uses a qualitative descriptive analysis method with a normative juridical approach by doing and understanding which data sources are the contents of court decisions that have permanent legal force, the Compilation of Islamic law as well as articles, books and theses that support this research.This study shows that in determining iddah and mut'ah maintenance based on mediation at the Pasuruan Religious Court. The mediator does not necessarily immediately determine the nominal amount at the will of the wife's counterclaim (counterclaim) but on agreement for the creation of justice for both parties through mediation accompanied by a (non) mediator judge and is only limited to a third person in determining iddah maintenance and mut'ah husband and wife.
PRAKTIK SILARIANG DALAM ADAT PERKAWINAN SUKU MANDAR PERSPEK TIF ‘URF (Studi Kasus Di Desa Kuajang Kecamatan Binuang Kabupaten Polewali Mandar) Ismar, Ismar
Al-Istinbath : Jurnal Ilmu Hukum dan Hukum Keluarga Islam Vol. 1 No. 2 (2024): Ilmu Hukum dan Hukum Keluarga Islam
Publisher : Al-Istinbath : Jurnal Ilmu Hukum dan Hukum Keluarga Islam

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.71242/dmfgpq24

Abstract

Abstrak Silariang adalah kegiatan laki-laki dan perempuan melarikan diri ke rumah pribadi yang jauh dari rumah atau ke luar kota tanpa sepengetahuan orang tua atau keluarga pasangan untuk melarikan diri dan menikah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi masyarakat terhadap praktik silarian di Desa Kuajang Kecamatan Binuang Kabupaten Polewal Mandarin. Desa Kujang. Untuk mengetahui bagaimana prosesi pernikahan adat di desa Kuajang. Menjelajahi perspektif Urf tentang praktik silarim. Jenis penelitian ini adalah penelitian empiris dengan pendekatan kualitatif. Sumber data adalah sumber data primer dan sekunder. Metode pengumpulan data meliputi wawancara, dokumentasi dan observasi. Metode pengolahan data meliputi review, klasifikasi, verifikasi materi, analisis dan kesimpulan. Ada tiga kesimpulan dari penelitian ini. Pertama, uang panai' (perkawinan dan mahar) yang tinggi yang diterima dari keluarga perempuan. Kedua, banyak faktor yang menyebabkan munculnya silariang. Ketiga, silarim dianggap biasa. Ada banyak faktor yang membuat suku Mandar mempraktekkan silariag, seperti ketidakpedulian karena terlalu nekad untuk berhubungan badan, yang membuat wanita tersebut hamil, lamaran suami tidak diterima (ditolak oleh keluarga istri), keluarga suami menolak untuk melamar. istri menentang kawin paksa. , karena orang tua ingin menikahkan anaknya tanpa persetujuan anak, dan jika anak menolak, mereka dipaksa untuk menikah dengan pria atau wanita pilihan orang tuanya dan di bawah pengaruh santet (paissagang). baik pria maupun wanita. Silariang tergolong “Urf fasid” karena adat ini dipraktikkan oleh masyarakat Desa Kuajang Kecamatan Polewal Mandarin Kecamatan Binuang, namun ada beberapa proses pelaksanaan yang bertentangan dengan syara. Masyarakat memandang silaria sebagai perbuatan yang tidak baik dan juga menimbulkan keretakan hubungan antara orang tua dengan anaknya, terutama bagi keluarga perempuan yang tidak dapat menerima silariang anaknya Abstract Silariang is the activity of men and women fleeing to private homes far from home or out of town without the knowledge of their parents or partner's family to escape and marry. The purpose of this study was to determine the public's perception of silarian practices in Kuajang Village, Binuang District, Polewal Mandarin Regency. Kujang Village. To find out how the traditional wedding procession in the village of Kuajang. Exploring Urf's perspective on silarim practices. This type of research is empirical research with a qualitative approach. Data sources are primary and secondary data sources. Data collection methods include interviews, documentation and observation. Data processing methods include review, classification, material verification, analysis and conclusions. There are three conclusions from this study. First, the high Uang Panai' (marriage and dowry) received from the woman's family. Second, there are many factors that cause silariang to appear. Third, silarim is considered normal. There are many factors that make the Mandar tribe practice silariag, such as ignorance because they are too desperate to have sex, which makes the woman pregnant, the husband's proposal is not accepted (rejected by the wife's family), the husband's family refuses to propose. wife against forced marriage. , because the parents want to marry off their child without the child's consent, and if the child refuses, they are forced to marry a man or woman of the parents' choice and under the influence of witchcraft (paissagang). both men and women. Silariang is classified as "Urf fasid" because this custom is practiced by the people of Kuajang Village, Polewal Mandarin District, Binuang District, but there are several implementation processes that are contrary to syara. The community views silaria as a bad deed and also creates a rift in the relationship between parents and their children, especially for women's families who cannot accept their children's silariang.
KONVERSI BAGIAN WARIS ANAK LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN BERDASARKAN KONTRIBUSI TERHADAP KELUARGA PERSPEKTIF TEORI LIMIT MUHAMMAD SHAHRUR(Studi Kasus Desa Kara Kecamatan Torjun Kabupaten Sampang Madura) Hasani
Al-Istinbath : Jurnal Ilmu Hukum dan Hukum Keluarga Islam Vol. 1 No. 2 (2024): Ilmu Hukum dan Hukum Keluarga Islam
Publisher : Al-Istinbath : Jurnal Ilmu Hukum dan Hukum Keluarga Islam

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.71242/h4mhq417

Abstract

Al-Qur’an adalah kitab yang menjadi pedoman utama umat Islam yang dipercaya senantiasa sesuai dengan setiap watu dan tempat yang melingkupinya. Pembagian waris merupakan hal yang sangat fundamental dalam keluarga dan merupakan salah satu hal yang dibahas di dalam al-Qur’an itu sendiri. Perempuan mendapat bagian setengah dari bagian laki-laki merupakan pandangan pemikir Islam klasik yang didasarkan pada potongan ayat al-Qur’an. Seiring dengan perubahan zaman, maka terjadi banyak perubahan khususnya dalam peran perempuan, hal itu yang kemudian menjadi faktor pemicu adanya gerakan pemikir kontemporer yang menuntut persaman hak antara laki-laki dan perempuan khususnya dalam waris seperti Muhammad Shahrur dengan teori limitnya. Secara praktik sebagain masyarakat desa Kara menerapkan pembagian waris yang didasarkan pada besarnya kontribusi ahli waris terhadap keluarga. Fokus penelitian ini adalah (1) Praktik Konversi Bagian Waris Anak Laki-Laki dan Perempuan di Desa Kara Kecamatan Torjun Kabupaten Sampang Madura (2) Praktik Konversi Bagian Waris Anak Laki-Laki dan Perempuan di Desa Kara Kecamatan Torjun Kabupaten Sampang Madura Perspektif Teori Limit Muhammad Shahrur. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian studi kasus. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, observasi dan dokumentasi. Hasil penelitian menyatakan bahwa (1) anak perempuan mendapatkan bagian dua bidang tanah, pohon jati dan bangunan rumah yang jika dikonversi dalam bentuk rupiah bisa dikatakan setara atau bahkan melebihi bagian waris saudara laki-lakinya. (2) Praktik Konversi tersebut secara hasil akhir sesuai dengan konsep teori limit yang digagas oleh Muhammad Shahrur.. Abstract Al-Qur'an is a book that is the main guideline for Muslims which is believed to always be in accordance with every time and place that surrounds it. The division of inheritance is very fundamental in the family and is one of the things discussed in the Qur'an itself. Women get half of the share of men is the view of classical Islamic thinkers based on fragments of verses of the Koran. Along with the changing times, there have been many changes, especially in the role of women, this has become a triggering factor for the movement of contemporary thinkers who demand equal rights between men and women, especially in inheritance like Muhammad Shahrur with his limit theory. In practice, some of the Kara village community applies inheritance distribution based on the contribution of the heirs to the family. The focus of this research is (1) The Practice of Converting the Inheritance of Boys and Girls in Kara Village, Torjun District, Sampang Madura Regency (2) The Practice of Conversion of the Inheritance of Boys and Girls in Kara Village, Torjun District, Sampang Madura Regency Perspective of Muhammad's Limit Theory Shahrur. This study uses a qualitative approach with a case study type of research. Data collection techniques used are interviews, observation and documentation. The results of the study stated that (1) the daughter got a share of two plots of land, teak trees and house buildings which if converted in rupiah could be said to be equal or even exceed her brother's share of inheritance. (2) The conversion practice is in accordance with the concept of limit theory initiated by Muhammad Shahrur.
PENETAPAN TALAK SATU TERHADAP TALAK TIGA SEKALIGUS DI PENGADILAN AGAMA PASURUAN PERSPEKTIF MADZHAB SYAFI’I (Studi Putusan Nomor: 1444/Pdt.G/2020/PA. Pas.) Mukhammad Itbaul Khoir
Al-Istinbath : Jurnal Ilmu Hukum dan Hukum Keluarga Islam Vol. 1 No. 2 (2024): Ilmu Hukum dan Hukum Keluarga Islam
Publisher : Al-Istinbath : Jurnal Ilmu Hukum dan Hukum Keluarga Islam

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.71242/jht58f69

Abstract

Undang-Undang No 1 tahun 1975 tentang perkawinan yang diubah menjadi Undang-Undang No 16 Tahun 2019 menjelaskan bahwa perceraian hanya dapat dilakukan di persidangan. Oleh karena itu setiap warga yang akan melakukan perceraian dianggap sah bila dilakukan di Pengadilan. Talak yang dilakukan di pengadilan dikabulkan hanya dengan talak satu. di dalam putusan pengadilan Nomor 1444/Pdt.G/ 2020/ Pa.Pas pemohon mengajukan talak tiga sekaligus namun majelis hakim hanya mengabulkan talak satu. dalam permasalahan menetapkan talak yang dilakukan di pengadilan apakah sesuai dengan Madzhab Syafi’i. Penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif dengan pendekatan library research. subjek penelitian ini adalah Putusan Nomor 1444/Pdt.G/ 2020/ Pa.Pas dan dibantu dengan beberapa kitab yang bermazhab Syafi’i. Hasil penelitian ini adalah perbedaan mengenai jatuhnya talak. Karena Undang-Undang memiliki prinsip mempersulit perceraian maka hakim hanya dapat menjatuhkan talak satu. berbeda dengan Madzhab Syafi’i yang memperbolehkan seorang suami menjatuhkan talak tiga. Abstract In Law No. 1 of 1975 concerning marriage which was amended into Law No. 16 of 2019, it is explained that divorce can only be carried out in court. Therefore, every citizen who is going to divorce is considered valid when it is done in Court. Talaq performed in court is granted with only one talaq. in court decision No. 1444/Pdt.G/2020/ Pa.Pas the petitioner applied for triple talaq at once but the panel of judges only granted talaq one. in the matter of determining talaq carried out in court whether it is in accordance with the Shafi'i Madhhab. This research was conducted with qualitative methods with a library research approach. the subject of this study is Decision Number 1444 / Pdt.G / 2020 / Pa.Pas and assisted by several books of Shafi'i madhhab. The result of this study is a distinction regarding the fall of talaq. Because the law has the principle of making divorce difficult, judges can only impose talaq one. in contrast to the Shafi'i Madhhab which allows a husband to drop triple talaq.

Page 1 of 3 | Total Record : 30