Oral agreements often become conflicts in the business world, especially when there is a default. Default occurs when one party does not fulfill its obligations in accordance with the mutual agreement. The existence of an oral agreement can complicate the dispute resolution process because it is difficult to prove an agreement between the parties involved. Therefore, the legal certainty of an oral agreement in the event of default needs to be understood carefully. The formulation of the problem discussed in this study is how to arrange oral agreements in the Civil Code and how to settle an oral agreement due to default. The research method used is normative legal research. The results of the study show that the Civil Code does recognize that oral agreements have legal force. However, legal certainty in an oral agreement becomes less clear because there is no clear written evidence regarding the contents of the agreement. Legal settlement of verbal agreements due to defaults can be carried out through non-litigation channels in several ways, including negotiation and mediation. Settlement through negotiation or mediation will be faster and cheaper than through litigation in court. However, if the two parties cannot reach an agreement, settlement through litigation is the last alternative.Perjanjian secara lisan seringkali menjadi konflik dalam dunia bisnis, terutama ketika terjadi wanprestasi. Wanprestasi terjadi apabila salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya sesuai dengan kesepakatan bersama. Keberadaan perjanjian lisan dapat mempersulit proses penyelesaian sengketa karena sulit untuk membuktikan kesepakatan antara pihak-pihak yang terlibat. Oleh karena itu, kepastian hukum perjanjian lisan dalam terjadinya wanprestasi perlu dipahami secara seksama. Rumusan masalah yang dibahas dalam penelitian ini yaitu bagaimana pengaturan perjanjian lisan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata serta bagaimana penyelesaian suatu perjanjian lisan akibat adanya wanprestasi. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kitab Undang-Undang Hukum Perdata memang mengakui bahwa perjanjian lisan memiliki kekuatan hukum yang sah. Namun, kepastian hukum dalam perjanjian lisan menjadi kurang jelas karena tidak adanya bukti tertulis yang jelas mengenai isi perjanjian tersebut. Penyelesaian hukum perjanjian lisan akibat adanya wanprestasi dapat dilakukan melalui jalur non litigasi dengan beberapa cara, antara lain negosiasi dan mediasi. Penyelesaian melalui negosiasi atau mediasi akan lebih cepat dan murah dibandingkan melalui proses litigasi di pengadilan. Namun, jika kedua belah pihak tidak dapat mencapai kesepakatan, maka penyelesaian melalui jalur litigasi menjadi alternatif terakhir.
Copyrights © 2023