Perjanjian lisan tetap sah dan mengikat secara hukum selama memenuhi persyaratan perjanjian. Namun, permasalahan yang seringkali muncul adalah ketika debitur tidak melakukan apa yang diperjanjikan. Dalam konteks hukum perdata, pembuktian terhadap perjanjian lisan menjadi tantangan utama karena tidak adanya dokumen tertulis yang secara eksplisit mencatat isi perjanjian. Tujuan penelitian ini berfokus pada bagaimana mekanisme pembuktian perjanjian lisan dalam perkara wanprestasi serta bagaimana hakim mempertimbangkan alat bukti dalam Putusan Nomor 18/Pdt.G.S/2021/PN.Mrt. Penelitian ini menggunakan metode hukum normatif dengan analisis yuridis normatif, dengan sumber data primer berupa Putusan Pengadilan Negeri Tebo Nomor 18/Pdt.G.S/2021/PN.Mrt dan KUHPerdata, serta data sekunder seperti buku hukum, jurnal ilmiah, dan pendapat ahli. Teknik dalam mengumpulkan data dilaksanakan dengan studi dokumen dan dianalisis dengan pendekatan deskriptif-analitis. Hasil penelitian menunjukan Putusan Nomor 18/Pdt.G.S/2021/PN.Mrt menyatakan perjanjian lisan sah antara para pihak dan mengikat. Hakim mempertimbangkan kesaksian saksi, bukti berupa transfer dan kwitansi sebagai alat bukti yang mendukung adanya perjanjian serta wanprestasi yang dilakukan oleh Tergugat. Putusan ini menegaskan bahwa meskipun perjanjian dibuat secara lisan, selama dapat dibuktikan dengan alat bukti yang sah, maka tetap mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.
Copyrights © 2025