Kutukan sumber daya alam (resource curse) menjadi tantangan bagi daerah kaya sumber daya seperti Bojonegoro, di mana eksploitasi minyak dan gas sering kali menyebabkan ketimpangan ekonomi, ketergantungan fiskal, serta degradasi lingkungan. Masyarakat sipil berperan dalam meminimalisasi dampak negatif ini melalui pengawasan kebijakan, pemberdayaan ekonomi, dan mediasi antara pemerintah, perusahaan, serta masyarakat. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus di Bojonegoro. Data dikumpulkan melalui wawancara mendalam, analisis kebijakan daerah, serta studi dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat sipil mendorong transparansi kebijakan, mengadvokasi keberlanjutan ekonomi, dan menjembatani kepentingan berbagai pihak. Namun, efektivitas peran ini masih terkendala keterbatasan akses informasi, fragmentasi gerakan, serta tekanan politik dan ekonomi. Studi ini menyimpulkan bahwa keberhasilan masyarakat sipil tidak hanya bergantung pada idealisme gerakan (romantisme), tetapi juga pada strategi adaptif (realisme) dalam menghadapi dinamika politik dan ekonomi. Oleh karena itu, kolaborasi antara masyarakat sipil, pemerintah, dan sektor swasta menjadi kunci dalam menciptakan tata kelola sumber daya alam yang berkeadilan dan berkelanjutan.
                        
                        
                        
                        
                            
                                Copyrights © 2025