Fenomena quiet quitting telah menjadi perhatian serius dalam manajemen sumber daya manusia, terutama dalam konteks organisasi yang mempekerjakan generasi milenial. Istilah ini merujuk pada kondisi di mana karyawan hanya melakukan tugas sesuai kontrak tanpa keterlibatan emosional atau inisiatif tambahan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara quiet quitting dan kinerja karyawan menggunakan pendekatan kuantitatif deskriptif berbasis data sekunder. Data diperoleh dari laporan dan studi terdahulu yang relevan, seperti Gallup (2022), McKinsey (2023), dan Kim (2023), yang fokus pada organisasi sektor jasa dan industri kreatif. Hasil analisis menunjukkan bahwa rata-rata skor quiet quitting berada pada kategori sedang–tinggi (3,72), sementara kinerja karyawan tergolong sedang (3,41). Nilai korelasi Pearson antara kedua variabel sebesar -0,591 dengan signifikansi p 0,01, menunjukkan adanya hubungan negatif yang signifikan. Temuan tambahan menunjukkan bahwa sebagian besar karyawan merasa kontribusi mereka tidak dihargai, bekerja hanya sesuai jam kerja tanpa motivasi lebih, serta mengalami komunikasi yang kurang terbuka dengan atasan. Hal ini menunjukkan bahwa quiet quitting bukan hanya persoalan individu, melainkan refleksi dari lemahnya sistem manajerial yang gagal membangun ikatan psikologis antara organisasi dan karyawan. Penelitian ini menyimpulkan bahwa untuk meningkatkan kinerja, organisasi perlu memperkuat sistem penghargaan, komunikasi internal, dan keterlibatan emosional karyawan. Temuan ini diharapkan dapat menjadi dasar perumusan kebijakan organisasi yang lebih humanis dan adaptif terhadap kebutuhan generasi kerja saat ini.
Copyrights © 2025