Indonesia menganut sistem negara kesatuan yang memberikan kewenangan otonomi kepada pemerintah daerah, salah satunya membentuk peraturan daerah, dengan tetap menjaga keselarasan dengan aturan pada pemerintah pusat. Dalam pembentukan peraturan daerah provinsi, terdapat dua mekanisme pengawasan secara preventif yaitu mekanisme harmonisasi oleh Kementerian Hukum dan mekanisme fasilitasi oleh Kementerian Dalam Negeri. Namun dalam praktiknya, sering terjadi perbedaan hasil antara proses harmonisasi dan fasilitasi yang dilakukan oleh institusi yang berbeda dan pada waktu yang tidak bersamaan, sehingga berpotensi menciptakan ketidakpastian hukum. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kedudukan dan implikasi hukum dari hasil harmonisasi yang dilakukan oleh Kementerian Hukum terhadap proses pembentukan peraturan daerah provinsi. Dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan, konseptual, dan kasus, dalam penelitian ini ditemukan bahwa hasil dari harmonisasi Kementerian Hukum bersifat rekomendatif dan tidak mengikat, yang berdampak pada inefisiensi proses pembentukan peraturan daerah provinsi dan menghambat percepatan pembangunan di daerah.
Copyrights © 2025