Muhammad Syahrur, seorang mufassir kontemporer asal Suriah, dikenal karena pendekatannya yang rasional dan inovatif dalam memahami teks-teks Al-Qur’an. Ia mengembangkan metodologi tafsir yang dikenal dengan nama Qira'ah Mu'ashirah, yang menekankan pentingnya memahami Al-Qur’an dalam konteks kekinian dengan menggunakan pendekatan linguistik-saintifik. Syahrur berpendapat bahwa tafsir harus menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman dan tidak terjebak dalam tafsir tradisional yang kurang relevan dengan konteks sosial dan ilmiah saat ini. Salah satu konsep penting yang ia tawarkan adalah "nadzariyyah al-hudud," yang menekankan pentingnya memahami batasan-batasan hukum dalam Al-Qur'an dengan pendekatan yang lebih fleksibel dan adaptif. Dalam karyanya, Syahrur juga mengemukakan pandangannya tentang poligami, yang ia anggap hanya diperbolehkan dalam dua kondisi: jika perempuan yang dinikahi adalah janda dengan anak yatim, dan terdapat ketakutan bahwa anak-anak yatim tersebut tidak akan mendapatkan keadilan. Syahrur menekankan pentingnya keadilan sosial dan perlindungan terhadap anak yatim dalam memahami ayat-ayat yang berkaitan dengan poligami. Pemikiran Syahrur menawarkan perspektif baru dalam memahami Al-Qur'an dan hukum Islam, yang lebih menekankan pada rasionalitas, kontekstualisasi, dan keadilan sosial.
Copyrights © 2025