Seiring bertambahnya populasi anak usia dini, maka kemungkinan terjadinya pertambahan anak dengan gangguan autisme juga dapat terjadi. Hal tersebut tidak dapat dihindarkan sehingga menimbulkan adanya stigma buruk dari masyarakat yang mempengaruhi kesehatan anak autis. Di Indonesia jumlah fasilitas penanganan autisme sangat sedikit dan belum mampu menunjang kegiatan terapi dengan baik. Oleh karena itu, diperlukan desain yang mampu memfasilitasi kegiatan terapi anak autis yang sesuai dengan kebutuhan serta dapat memberi edukasi bagi masyarakat umum. Jakarta Selatan menjadi pilihan lokasi perancangan yang merupakan daerah perkotaan padat dan belum memiliki fasilitas terapi autisme. Dengan menggunakan pendekatan arsitektur multisensori bertujuan untuk memberikan fasilitas terapi bagi anak autis serta dapat mengedukasi masyarakat umum. Untuk memenuhi pendekatan tersebut perancangan perlu memiliki keseimbangan sensori, kegiatan terapi, dan edukasi yang mampu merangsang seluruh indera penggunanya. Dengan demikian dapat membantu majunya kegiatan terapi dan mengubah stigma masyarakat mengenai autisme.
Copyrights © 2025